Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 241
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 241
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
Oleh Aris Santoso, pengamat militer
Saya sudah mengamati figur-figur TNI sejak tahun 1980-an akhir. Pengamatan saat itu hanya berdasar informasi dari media cetak dan media televisi, pada suatu masa ketika media daring belum lagi dikenal. Salah satu perwira yang saya amati dengan cukup baik adalah Jenderal Djoko Santoso (Akmil 1975), yang baru saja dikabarkan meninggal pagi ini, Minggu 10 Mei 2020.
Karena hanya mengamati dari media, tentu tidak semua perwira dimaksud pernah saya lihat secara langsung, termasuk Jenderal Djoko Santoso. Pertemuan dengan beliau terhitung sangat terlambat, ketika beliau sudah melepas seragam selaku jenderal penuh.
Baca Juga: Selamat Jalan, Mantan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso...
Pertemuan itu terjadi Januari lalu, pada acara mengenang Peristiwa Malari 1974, di sebuah gedung di kawasan Kuningan, Jakarta Pusat. Pada peringatan Malari tahun sebelumnya di TIM (2019), Djoko Santoso juga tampak hadir.
Pada dua peristiwa itulah, saya melihat sosok beliau secara langsung. Dua peristiwa tersebut bisa bermakna simbolik bagi Djoko Santoso (selanjutnya DS), dan itu juga bisa dilihat pada kondisi fisiknya. Pada peringatan Malari tahun 2019 di TIM, DS masih tampak gagah dan masih banyak orang yang menyambanginya. Tentu hal itu tidak bisa dilepaskan dari konteksnya, pada Januari 2019, situasi politik Jakarta sangat panas, sehubungan kampanye menjelang Pilpres tahun itu.
Posisi DS sebagai “panglima” tim sukses pasangan Prabowo-Sandiaga Uno, tentu menarik perhatian publik dan jurnalis. Dan lagi andrenalin DS sebagai mantan komandan pasukan sedikit naik, ketika diposisikan memimpin tim sukses pasangan tersebut.
Keadaan yang sedikit berbeda saat DS hadir pada acara Malari, Januari kemarin. Tak ada lagi orang yang mengelu-elukannya, atau jurnalis yang menguber-uber dirinya. Dalam waktu setahun semua telah berubah.
Baca Juga: Mantan Panglima TNI Djoko Santoso, Tentara Kelima yang Jadi Ketum PBSI
Saat itu DS hanya duduk santai dengan para purnawirawan dan beberapa tokoh sepuh lainnya, yang mungkin bagi generasi milenial, mereka ini sudah tidak dikenal lagi. Saya sempat menatap dari kejauhan, ya benar, kondisi fisik (termasuk air mukanya) tidak sebugar setahun sebelumnya. Begitulah waktu bisa menggerus semuanya, jabatan dan nama besar adalah sesuatu yang fana.
Saya pertama kali menemukan nama Djoko Santoso pada 1980-an akhir, saat ia menjadi Komandan Bataliyon (Danyon) 330 Linud Kostrad, yang bermarkas di Cacalengka, sedikit di luar Kota Bandung. Yonif 330 adalah bagian dari Brigif Linud 17/Kujang I Kostrad (Cijantung, Jakarta Timur). Tiga bataliyon yang berada di bawah Brigif 17, seluruhnya adalah satuan legendaries: Yonif 305 (Karawang), Yonif 328 (Cilodong, Bogor), dan Yonif 330.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.