Ia juga mendorong perusahaan TV untuk dapat beradaptasi dengan perubahan siaran analog ke digital.
Baca Juga: Pakar Ilmu Komunikasi UGM Sebut Protes Hary Tanoesoedibjo Siaran Analog Dimatikan Timbulkan Paradoks
"Industri harus menyadari bahwa kondisi sudah berganti tak lagi broadcasting tetapi narrowcasting, jadi mereka perlu beradaptasi," terangnya.
Ia menjelaskan, narrowcasting berarti penyiaran tak lagi luas, artinya penyiaran menggunakan teknologi digital tidak akan bersifat masif, melainkan terfragmentasi atau terkelompokkan.
"Penyiaran dengan teknologi digital tidak akan bersifat masif atau luas, tetapi terfragmentasi karena stasiun TV ragamnya makin banyak," tegasnya.
Selain itu, ASO akan berdampak baik terhadap demokratisasi konten penyiaran. Sebab, lanjut dia, ketergantungan masyarakat terhadap satu stasiun TV akan sulit.
"Pastinya bagi bisnis TV akan mengganggu mereka, tapi inilah teknologi," jelasnya.
Prof Hermin menilai, perusahaan TV harus bisa mengubah proses bisnis mereka.
Di sisi lain, menurut dia, pemerintah juga perlu mengoptimalkan frekuensi emas (golden frequency)
Sebab, ASO adalah bagian dari penataan frekuensi emas (golden frequency) yang merupakan sumber daya bernilai tinggi namun terbatas.
"Baiknya pemerintah juga secara strategis mengisi dan mengoptimalkan golden frequency tadi," ujarnya.
Baca Juga: Mahfud MD: Pemerintah Siap Hadapi Gugatan Hary Tanoe soal Pemadaman Siaran TV Analog
Untuk diketahui, perintah ASO tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Penghentian siaran TV analog di Jabodetabek pada Rabu (2/11) lalu menjadi tanda dimulainya proses migrasi ke siaran TV digital di Indonesia.
Proses ASO di wilayah lain akan dilaksanakan berdasarkan kesiapan masing-masing wilayah.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.