Sebab, menurutnya, hal itu bertentangan dengan Pasal 1 PERMA Nomor 5 Tahun 2014 yang mengatur tentang terpidana hanya bisa dibebankan pidana tambahan dengan mengacu pada sebesar harta benda yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi.
Sedangkan kepemilikan tiga bidang tanah itu, menurut dia, telah dibuktikan dengan adanya sertifikat hak milik (SHM) yang diterbitkan pada 15 Oktober 2020 atau sebelum proyek BTS 4G dimulai.
Ia mengklaim ketiga bidang tanah itu dibeli kliennya Johnny masing-masing sebanyak dua bidang pada 8 Juni 2013.
Kemudian, satu bidang tanah yang berada di Desa Warloka, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur dibeli pada 15 Oktober 2020.
"Dengan demikian, tuntutan merampas aset-aset milik terdakwa yang terbukti diperoleh di luar tempus delicti,” ujarnya.
Baca Juga: Update Kasus Korupsi BTS Kominfo: Penyidik Kejagung segera Periksa Anggota BPK Achsanul Qosasi
“Tidak berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dituduhkan adalah tuntutan yang sewenang-wenang dan tidak memiliki landasan hukum.”
Dengan demikian, Dion menuturkan seluruh aset kendaraan dan tanah milik kliennya yang telah disita diperoleh secara sah dan tidak berkaitan dengan proyek BTS 4G.
Selain itu, lanjutnya, jaksa penuntut umum juga tidak mampu membuktikan adanya aliran uang yang mengalir kepada kliennya Johnny Plate.
"Maka sesuai ketentuan Pasal 194 ayat (1) KUHAP, sudah seharusnya barang bukti yang tercatat dalam Lampiran III berkas perkara atas nama terdakwa Johnny Plate dikembalikan kepada pihak yang berhak," tandas dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.