Baca Juga: Sering Telat Bayar PayLater? Ini Yang Terjadi Jika Dapat Penilaian Buruk BI Checking
Ketika ditanya berapa persen hingga disebut riba, MUI jatim hanya menyebutkan di tiap platform berbeda jenis bunga dalam sistem akad mereka.
Yang jelas, katanya, sistem bunga dalam akad di paylater tersebut yang jadi masalah hingga membuat MUI jatim mengeluarkan fatwa terkait akad bunga dalam paylater.
“Setiap platform beda-beda. Yang kita haramkan adalah ada bunga. Jika penambahan nilai uang itu hanya admistrasi yang rasional, tentu dibolehkan," ujarnya.
Soal administrasi yang rasional, ia menjelaskan dengan analogi.
"Misalnya, saya utang ke anda, sampean rumahnya di pulau seberang. Ketika untuk dikirim ke saya, sampean butuh transport, makan dan sebagainya. Itu yang menanggung saya sebagai debitur. Itu termasuk admistrasi rasional. Akadnya jelas ya boleh," katanya.
Tapi, katanya, sistem akad bunga paylater tidak begitu.
Melainkan ada sejumlah bunga yang harus dibayarkan ketika membeli sebuah produk atau layanan, lalu ada akad piutangnya yang harus disetujui pembeli. Ditambah ada denda ketika telat dan semacamnya.
Itu yang disebut, kata MUI Jatim, ada unsur riba dalam akad bunga paylater.
"Kami tidak anti digital atau teknologi. Justru mendorong pihak yang berkepentingan untuk memberikan kejelasan dan hak kepada konsumen," tuturnya.
Baca Juga: Survei Zigi dan KIC: 61 Persen Generasi Z Pakai Fasilitas Paylater Buat Kebutuhan Fashion dan Pulsa
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.