JAKARTA, KOMPAS.TV – Di tengah perhatian masyarakat dunia terkait HIV/AIDS, rupanya masih banyak salah kaprah dan mitos yang beredar.
Mulai dari mitos tentang penularan HIV yang menyebabkan stigma buruk di kalangan penyintas HIV/AIDS, hingga anggapan bahwa HIV/AIDS merupakan hukuman.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa HIV telah merenggut 36,3 juta nyawa. Sementara data pada tahun 2020 menunjukkan bahwa ada 37,7 juta orang yang hidup dengan HIV, dua pertiganya berada di wilayah Afrika.
Baca Juga: Hari AIDS Sedunia 2021, Kenali Perbedaan Dasar HIV dan AIDS, Benarkah Bisa Menular Lewat Pelukan?
Agar tidak ada lagi kesalahpahaman terkait HIV/AIDS, berikut Kompas TV rangkum berbagai mitos seputar HIV/AIDS dan fakta yang sebenarnya, melansir Healthline, Rabu (1/12/2021).
Mitos yang satu ini tidak benar. Seseorang yang tertular HIV umumnya tidak menunjukkan gejala yang tampak. Bahkan, infeksi HIV mungkin menunjukkan gejala yang mirip dengan jenis infeksi lain, seperti demam, kelelahan atau malaise umum.
Terlebih kini ada obat antiretroviral (ART) yang dapat menekan pertumbuhan virus HIV secara efektif. Penderita HIV yang mendapatkan pengObatan antiretroviral ini relatif sehat dan tidak berbeda dengan orang lain yang memiliki kondisi kesehatan kronis.
Faktanya, penderita HIV tetap bisa memiliki anak dengan aman. Bagi perempuan yang hidup dengan HIV dan ingin mempersiapkan kehamilannya dapat berkonsultasi dengan dokter untuk memulai pengobatan ART sesegera mungkin.
Perempuan dengan HIV yang mematuhi pengobatan ART selama masa kehamilannya, hingga pengobatan untuk bayinya selama 4-6 minggu pasca persalinan, dapat menurunkan risiko penularan HIV ke bayi hingga 1 persen.
Selain itu, ibu dengan HIV juga dapat memilih operasi caesar dan pemberian susu formula setelah melahirkan untuk menurunkan risiko penularan apabila viral load HIV tinggi.
Sementara itu, perempuan yang tidak terinfeksi HIV ingin hamil dengan pria dengan HIV juga dapat memiliki anak. Pria dengan HIV yang mendapat pengobatan ART memiliki risiko penularan hampir 0 persen apabila viral load HIV tidak terdeteksi.
Baca Juga: Kisah Profesor Zubairi Djoerban Menemukan Pasien AIDS Pertama di Indonesia: Disangkal, Dibakar
HIV adalah infeksi yang menyebabkan AIDS. Namun, bukan berarti seseorang dengan HIV akan mengembangkan AIDS. Sebab, AIDS dapat dicegah dengan pengobatan dini infeksi HIV.
“Dengan terapi saat ini, tingkat infeksi HIV dapat dikendalikan dan dijaga tetap rendah, menjaga sistem kekebalan tubuh yang sehat untuk waktu yang lama, dan mencegah infeksi oportunistik,” jelas Richard Jimenez, profesor kesehatan masyarakat di Universitas Walden.
Penderita HIV memang banyak terjadi pada pria dan pasangan seksual pria. Mereka yang memiliki orientasi seksual gay dan biseksual memiliki tingkat tertinggi penularan HIV. CDC mencatat bahwa kelompok menyumbang 70 persen kasus HIV terbaru.
Namun, heteroseksual juga menyumbang 24 persen dari infeksi HIV baru pada tahun 2016, dan dua pertiganya adalah perempuan.
Baca Juga: Hari AIDS Sedunia 2021, Ketahui Makna dan Asal Usul Simbol Pita Merah
Mitos ini adalah yang paling umum. CDC menegaskan bahwa HIV tidak menulai melalui udara, air, air liur, keringat, air mata, maupun penggunaan toilet bersama. Pun, tidak juga lewat pelukan, ciuman, atau berjabat tangan.
HIV adalah virus. Virus hanya dapat ditularkan lewat cairan tubuh, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan dubur, atau ASI.
Penularan HIV yang paling umum adalah melalui hubungan seks tanpa kondom dan penggunaan jarum suntik.
Sumber : Kompas TV/Healthline/Red.org
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.