Peristiwa Tunguska menjadi subyek penyelidikan panjang, yang diinisiasi ekspedisi lapangan Leonard Kulik pada 1927 dan berlanjut dengan gelombang penyelidikan–penyelidikan selanjutnya hingga sekarang.
Pada saat ini, telah diketahui bahwa segala keriuhan di penghujung Juni 1908 disebabkan sebutir asteroid yang jatuh menumbuk Bumi. Riset–riset termutakhir yang dikompilasi badan antariksa Amerika Serikat (NASA) menunjukkan asteroid tersebut berkomposisi batu dengan dimensi antara 50 hingga 80 meter, seukuran bukit kecil.
Baca Juga: Seukuran Lebih dari Tiga Lapangan Bola, Asteroid 2011 FO32 Lewati Bumi 21 Maret
Melaju secepat 15 kilometer per detik (54.700 km/jam) kala mulai memasuki atmosfer, awalnya selimut udara Bumi mencoba meredamnya dengan memperlakukannya sebagai meteor.
Permukaan asteroid pun tergerus sedikit demi sedikit dan memijar sangat terang, yang pada puncaknya sampai puluhan kali lebih benderang ketimbang Matahari.
Namun dengan dimensinya yang masih terlalu besar, maka atmosfer tak punya cukup waktu guna menetralisir ancamannya sampai tuntas.
Sisa asteroid siap menghantam paras Bumi sebelum satu peristiwa mengesankan terjadi. Oleh karena meluncur ke target dengan sudut lintasan relatif kecil ke bidang datar, yakni berkisar 30 derajat atau kurang, maka di bawah ketinggian 20 kilometer mulai terjadi pelepasan energi sangat besar dalam tempo singkat.
Terjadilah airburst, kejadian–mirip–ledakan–di udara, yang melepaskan energi 15 hingga 30 megaton TNT atau setara dengan 750 hingga 1.500 butir bom nuklir Nagasaki yang diledakkan serentak.
Energi yang sangat besar dihantarkan ke segenap penjuru lewat menjalarnya gelombang kejut dan paparan sinar panas. Hantaman gelombang kejut ke paras Bumi membuat batang–batang pohon hutan taiga ambruk massal ke arah–arah tertentu.
Baca Juga: Asteroid "Dewa Kehancuran" Akan Lewati Bumi Pada Akhir Pekan Ini
Sementara paparan sinar panas menyebabkan batang–batang pohon terpanaskan hebat hingga spontan menyala tanpa disulut.
Airburst juga menyebabkan sisa asteroid hancur lebur menjadi debu tanpa meninggalkan potongan besar yang bisa menciptakan kawah tumbukan di paras Bumi.
Sebaliknya, sebagian besar debu tersebut membumbung tinggi ke lapisan startosfer dan melebar luas hingga menciptakan malam–malam menakjubkan bagi Eropa saat memantulkan sinar Matahari senja.
Setelah itu sejumlah peristiwa tumbukan benda langit pun terjadi dan menjadi catatan sejarah. Apa yang menggelisahkan dari Peristiwa Tunguska adalah bahwa kejadian airburst dalam tumbukan benda langit pada dasarnya serupa dengan peristiwa ledakan nuklir atmosferik, minus radiasinya.
Andaikata Peristiwa Tunguska terjadi saat ini dengan mengambil tempat misalnya di atas DKI Jakarta, niscaya segenap propinsi ini akan terbakar dan hancur berantakan akibat terpaan sinar panas bersama dengan hempasan gelombang kejut.
Kesadaran bahwa sebutir asteroid yang relatif kecil saja dapat menyebabkan kerusakan besar kian tumbuh dengan berkaca pada kejadian di Chelyabinsk.
Selain bertujuan menggugah kesadaran manusia masa kini akan potensi bahaya tumbukan benda langit khususnya tumbukan asteroid.
Hari Asteroid juga ditujukan untuk membangun teknologi yang memungkinkan guna mendeteksi dan melacak pergerakan populasi kelopok asteroid berpotensi bahaya yang bisa mengancam peradaban manusia.
Baca Juga: LAPAN: Suara Dentuman di Bali Diduga Asteroid Jatuh ke Bumi
Deteksi dan pelacakan tersebut seyogyanya dilaksanakan baik oleh institusi pemerintah, lembaga swasta maupun organisasi–organisasi filantropis.
“Diharapkan dalam tempo sepuluh tahun pasca proklamasi Hari Asteroid, umat manusia mampu menemukan dan melacak sedikitnya 100.000 asteroid berpotensi bahaya yang baru dalam setiap tahunnya. Sehingga sistem peringatan dini untuknya dapat segera dibangun,” tambahnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.