Kompas TV kolom opini

KOTA DI ATAS BUKIT

Kompas.tv - 3 Juni 2024, 17:23 WIB
kota-di-atas-bukit
Basilika Santo Fransiskus Asisi (Sumber: Dok Trias Kuncahyono)

Peletakan batu pertama oleh Paus Gregorius IX, 17 Juli 1228, sehari setelah kanonisasi Santo Fransiskus. Menurut cerita, tempat tersebut sebelumnya digunakan untuk mengeksekusi mati dan mengubur para penjahat.

Basilika dua lantai ini terdiri dari gereja atas dan gereja bawah. gereja. Ruang bawah tanah di gereja bawah ditambahkan pada tahun 1818 ketika makam Santo Fransiskus dibuka. Fresko-fresko yang menghiasi dinding dan langit-langit basilika, sangat indah. Maka sering disebut, basilika ini merupakan salah satu gudang lukisan fresko Renaisans Awal terbesar di Italia.

Santo Fransiskus dimakamkan di gereja bawah, yang dihiasi fresko karya seniman dari Florence Giovanni Cimabue (1240 – 1302), dan muridnya yakni Giotto di Bondone (1227 – 1337) yang dikenal sebagai seniman zaman Gothic dan Proto-Renaisans serta para pengikutnya seperti Pietro Lorenzetti, dan Simone Martini.

Dinding gereja atas dihiasi fresko yang mewakili episode kehidupan Santo Fransiskus karya Giotto dan para pengikutnya. Dan, lukisan lain yang menggambarkan adegan Perjanjian Lama dan Baru oleh Cimabue, murid-muridnya, dan Jacopo Torriti.

Baca Juga: "Arch of Constantine"

Gempa bumi pada tanggal 26 September 1997 menyebabkan kerusakan parah pada basilika, meruntuhkan beberapa langit-langit berkubah di bagian atas gereja dan menghancurkan lukisan dinding karya Cimabue dan teman-temannya.

***

Benar, Asisi memang indah. Kota yang terletak di atas bukit, bagaikan sebuah mercusuar yang dibangun di atas batu karang dengan tujuan mengarahkan kapal-kapal laut agar tidak terhempas menabrak batu karang. Dan, sinar lampu mercusuar itu akan menembus kegelapan di ke segala arah, sekalipun lampunya kecil.

Tetapi, Asisi tidak hanya indah dari jauh, keindahan itu sungguh nampak dari dekat. Keindahan Asisi, tidak hanya karena bangunan-bangunan kunonya, tetapi karena roh kota itu yang memancarkan kedamaian.

Mungkin karena kota ini adalah tempat kelahiran Santo Fransiskus (dan peristirahatan terakhirnya), Santa Chiara (1194 – 1253) yang dibaringkan di Basilika Santa Chiara atau Klara, juga tempat dibaringkannya jenazah Santo Carlo Acutis di Gereja Santa Maria Maggiore. Atau memang, inilah kota damai.

Orang-orang kudus itu hidupnya mengikuti tuntunan Guru Agungnya, Yesus Kristus yang mengatakan, “Kamu ibarat terang di dalam dunia yang gelap ini, bila baik cara hidupmu. Seperti kota yang terletak di atas bukit selalu terlihat dari jauh, demikianlah seharusnya cara hidupmu menjadi teladan baik yang terlihat bagi semua orang.”

Baca Juga: Arch of Augustus di Rimini

Itulah kiranya yang mendorong Paus Santo Yohanes II, memilih Asisi untuk menjadi tempat pertemuan para pemimpin agama dari seluruh dunia, 27 Oktober 1986. Paus mengundang mereka (71 orang) untuk berdialog, berdoa bersama, berefleksi dan menumbuhkan komitmen untuk mengupayakan perdamaian dunia.

Peristiwa bersejarah itu kemudian dikenal dengan Spirit of Asisi. Dialog itu menghasilkan “buah” untuk membantu mengatasi kesalahpahaman, ketidakpercayaan dan sikap tertutup antar-umat beragama.

“Damai adalah ladang kerja untuk kita semua”, kata Paus Yohanes Paulus II ketika itu, mengikuti jejak Santo Fransiskus yang menekankan perlunya perdamaian, rekonsiliasi dan persaudaraan.

Tetapi, kerap kali ladang itu ditinggal; dan dibiarkan ditumbuhi rumput ilalang dan semak duri. Atau sebaliknya, justru ladang itu dengan sengaja ditebari duri dan benih semak belukar. ***



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x