BEIJING, KOMPAS TV - Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin China Xi Jinping menegaskan kemitraan "tanpa batas" yang semakin kuat di tengah ketegangan yang mendalam dengan Barat dalam pertemuan puncak di Beijing, Kamis, 16 Mei 2024.
Kedua pemimpin menegaskan hal tersebut dalam kunjungan kenegaraan dua hari Putin ke salah satu sekutu terkuatnya ini saat pasukan Rusia melakukan serangan di wilayah Kharkiv, timur laut Ukraina, dalam insiden perbatasan paling signifikan sejak serangan besar-besaran dimulai.
Kunjungan yang sebagian besar simbolis ini menekankan kemitraan antara dua negara yang sama-sama menghadapi tantangan dalam hubungan mereka dengan AS dan Eropa.
"Kedua pihak ingin menunjukkan meskipun ada tekanan dari AS, mereka tidak akan saling membelakangi," kata Hoo Tiang Boon, profesor kebijakan luar negeri China di Universitas Teknologi Nanyang, Singapura.
Meski kedua pemimpin mengatakan mereka berusaha mengakhiri perang di Ukraina, media Barat menganggap mereka tidak menawarkan rincian baru dalam pernyataan publik mereka. China memiliki pengaruh besar sebagai pendukung utama Rusia dalam invasi ini.
China mengklaim netral dalam konflik ini, tetapi mendukung pernyataan Rusia bahwa Barat memprovokasi serangan Rusia ke Ukraina dan terus memasok komponen penting yang dibutuhkan Rusia untuk produksi senjatanya.
China mengusulkan rencana perdamaian yang luas pada 2023, tetapi ditolak oleh Ukraina dan Barat karena tidak menyerukan Rusia meninggalkan wilayah Ukraina yang diduduki.
"China berharap Eropa segera kembali damai dan stabil serta akan terus memainkan peran konstruktif," kata Xi berdampingan dengan Putin.
Baca Juga: Kian Mesra, Vladimir Putin dan Xi Jinping Sepakat Terkait Perang di Ukraina
Putin mengatakan dia memperbarui informasi kepada Xi Jinping secara rinci tentang "situasi di Ukraina" dan menghargai inisiatif kolega dan teman China untuk mengatur situasi. Keduanya juga berencana mengadakan diskusi kebijakan luar negeri lebih lanjut dalam pertemuan informal pada Kamis malam.
Setelah serangan terbaru Rusia di Ukraina pekan lalu, perang yang sudah berlangsung dua tahun ini memasuki tahap kritis, karena militer Ukraina yang kelelahan menunggu pasokan baru rudal anti-pesawat dan peluru artileri dari Amerika Serikat setelah berbulan-bulan tertunda.
Sebelum pernyataan mereka, kedua pemimpin menandatangani pernyataan bersama tentang pendalaman kemitraan strategis komprehensif antara kedua negara dalam peringatan 75 tahun hubungan diplomatik mereka.
Xi mengatakan China dan Rusia terus berposisi non-aliansi dan non-konfrontasi, artinya tetap tidak bersekutu namun berkomitmen tidak akan saling konfrontasi.
Pertemuan Kamis ini sekali lagi menegaskan hubungan "tanpa batas" yang mereka tanda tangani pada 2022, tepat sebelum Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina.
Sejak itu, Rusia semakin bergantung secara ekonomi pada China karena sanksi Barat memutus aksesnya ke sebagian besar sistem perdagangan internasional. Peningkatan perdagangan China dengan Rusia, yang mencapai $240 miliar tahun lalu, telah membantu negara ini mengatasi beberapa dampak terburuk dari sanksi tersebut.
Moskow telah mengalihkan sebagian besar ekspor energinya ke China dan mengandalkan perusahaan China untuk mengimpor komponen teknologi tinggi bagi industri militer Rusia untuk menghindari sanksi Barat.
"Saya dan Presiden Putin sepakat, kita harus aktif mencari titik temu kepentingan kedua negara, mengembangkan keunggulan masing-masing, dan memperdalam integrasi kepentingan, mewujudkan pencapaian masing-masing," kata Xi.
Dalam pertemuan mereka, Xi mengucapkan selamat kepada Putin atas pemilihannya untuk masa jabatan kelima dan merayakan peringatan 75 tahun hubungan diplomatik yang terjalin antara bekas Uni Soviet dan Republik Rakyat China, yang didirikan setelah perang saudara pada 1949.
Baca Juga: Putin Kembali Tegaskan Rusia Siap Negosiasi Damai dengan Ukraina
Putin Siap Dialog Soal Ukraina
Menjelang kunjungan tersebut, Putin mengatakan dalam wawancara dengan media China bahwa Kremlin siap bernegosiasi mengenai konflik di Ukraina. "Kami terbuka untuk dialog tentang Ukraina, tetapi negosiasi semacam itu harus mempertimbangkan kepentingan semua negara yang terlibat dalam konflik, termasuk kami," kata Putin seperti dikutip oleh Kantor Berita Resmi Xinhua.
Putin mengatakan proposal China yang dibuat pada 2023, yang ditolak oleh Ukraina dan Barat, bisa "menjadi dasar untuk proses politik dan diplomatik yang mempertimbangkan kekhawatiran keamanan Rusia dan berkontribusi pada pencapaian perdamaian jangka panjang dan berkelanjutan."
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan negosiasi harus mencakup pemulihan integritas wilayah Ukraina, penarikan pasukan Rusia, pembebasan semua tahanan, pengadilan bagi mereka yang bertanggung jawab atas agresi, dan jaminan keamanan untuk Ukraina.
Putin menyalahkan Barat atas kegagalan negosiasi di minggu-minggu awal perang dan memuji rencana perdamaian China.
Hubungan militer Rusia-China juga semakin kuat selama perang di Ukraina. Mereka telah mengadakan serangkaian latihan perang bersama dalam beberapa tahun terakhir, termasuk latihan angkatan laut dan patroli oleh pembom jarak jauh di Laut Jepang dan Laut China Timur. Pasukan darat Rusia dan China juga telah dikerahkan ke wilayah negara lain untuk latihan bersama.
China tetap menjadi pasar utama untuk militer Rusia, sementara juga memperluas industri pertahanan domestiknya secara besar-besaran, termasuk membangun kapal induk dan kapal selam nuklir.
Putin sebelumnya mengatakan bahwa Rusia telah berbagi teknologi militer yang sangat sensitif dengan China yang membantu secara signifikan meningkatkan kemampuan pertahanannya.
Pada Oktober 2019, dia menyebut bahwa Rusia membantu China mengembangkan sistem peringatan dini untuk mendeteksi peluncuran rudal balistik — sistem yang melibatkan radar darat dan satelit yang hanya dimiliki Rusia dan AS.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.