Sebelum eksekusi pertamanya, Smith sebenarnya mengatakanlebih memilih mati dengan Hipoksia Nitrogen, dibandingkan disuntik mati.
Namun, kini ia mengaku takut dengan metode itu setelah ia berbicara dengan salah satu algojo selama upaya eksekusi pertamanya yang berakhir gagal.
“Ia bertanya kepada saya apakah rasa sakitnya sudah berkurang dan saya langsung menangis, dan kemudian ia memulai percakapan yang aneh ini,” kata Smith, mengenang pembicaraannya dengan salah satu algojo.
“Ia tiba-tiba berkata, ’Jika Anda harus melakukannya seperti ini, suntikan mematikan itu tidak menimbulkan rasa sakit. Gas itu (nitrogen), membuat Anda mati lemas. Tak ada yang tahu apa yang terjadi,’” tambahnya.
Ketika eksekusinya yang pertama gagal dilaksanakan, Pengadilan Sirkuit AS ke-11 memutuskan Smith diizinkan mati menggunakan Hipoksia Nitrogen, seperti yang diinginkannya. Ia pun ditahan sementara untuk eksekusi berikutnya.
Kenneth Smith dijatuhi hukuman mati setelah ia dan rekannya, John Forrest Parker, dibayar oleh pastor bernama Charles Sennett, sebesar USD1.000 atau Rp15 juta dengan kurs saat ini, untuk membunuh istri Sennett, Elizabeth, pada 1988.
Baca Juga: Intelijen Ukraina Klaim Hancurkan Mata-mata Rusia di Negaranya, Berkat Menyadap Pesan Berkode
Elizabeth ditemukan tewas dipukuli dan ditusuk di rumahnya pada 19 Maret 1988.
Smith membantah menusuk Elizabeth, tetapi mengakui dibayar untuk membunuhnya.
Sang pastor, yang berselingkuh dan berencana mencairkan polis asuransi istrinya, kemudian bunuh diri sepekan usai pembunuhan itu setelah polisi mengungkapkan kecurigaan.
Adapun rekan Smith, Parker, telah dieksekusi mati atas kejahatannya pada 2010.
Sumber : Daily Star
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.