DHAKA, KOMPAS.TV — Ratusan ribu pengungsi Rohingya memperingati ulang tahun kelima eksodus mereka dari kampung halaman di Myanmar ke Bangladesh, Kamis (25/8/2022). Sementara itu, Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan negara-negara Barat lainnya terus berjanji untuk mendukung upaya para pengungsi mendapatkan keadilan di pengadilan internasional.
Melansir laporan Associated Press, dalam perkembangan besar pada Kamis, Inggris mengumumkan putaran sanksi lebih lanjut yang menargetkan bisnis terkait militer di Myanmar.
Sebuah pernyataan oleh pemerintah Inggris mengatakan, mereka yang terkena sanksi termasuk Star Sapphire Group of Companies, International Gateways Group, dan Sky One Construction dalam upaya membatasi akses militer ke senjata dan pendapatan.
Amanda Milling, menteri pemerintah Inggris urusan Asia, juga memastikan niat Inggris untuk campur tangan dalam kasus November 2019 terhadap Myanmar yang diprakarsai oleh Gambia, mencari keadilan di Pengadilan Internasional di Den Haag, yang merupakan organ peradilan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kasus ini akan menentukan apakah Myanmar telah melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida terkait dengan tindakan militer terhadap Rohingya tahun 2016 dan 2017.
Bangladesh menampung lebih dari 1 juta pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar selama beberapa dekade. Jumlah ini termasuk sekitar 740.000 yang melintasi perbatasan pada Agustus 2017 setelah militer Myanmar melancarkan "operasi pembersihan" terhadap etnis Rohingya, menyusul serangan oleh kelompok pemberontak.
Situasi keamanan di Myanmar memburuk sejak pengambilalihan militer tahun lalu, dan upaya untuk mengirim mereka kembali gagal.
Baca Juga: PM Bangladesh kepada PBB: Myanmar Harus Ambil Kembali Pengungsi Rohingya
Pada bulan Maret, AS menyatakan, penindasan Rohingya di Myanmar merupakan genosida setelah pihak berwenang mengonfirmasi laporan tentang kekejaman massal terhadap warga sipil oleh militer Myanmar dalam kampanye luas dan sistematis terhadap etnis minoritas.
Muslim Rohingya menghadapi diskriminasi yang meluas di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha, di mana sebagian besar ditolak kewarganegaraannya dan banyak hak lainnya.
Pejabat Bangladesh menyatakan frustrasi atas pemulangan para pengungsi ke Myanmar setelah setidaknya dua upaya untuk mengirim mereka kembali gagal sejak 2017. Tetapi, Perdana Menteri Sheikh Hasina mengatakan, pemulangan mereka ke tanah mereka sendiri adalah satu-satunya solusi untuk krisis tersebut.
Menjelang peringatan itu, Menteri Dalam Negeri Bangladesh Asaduzzaman Khan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa negaranya ingin para pengungsi kembali ke Myanmar dengan selamat.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.