Serangan Zawahiri, kata Polymeropoulos, merupakan buah dari pengalaman CIA selama puluhan tahun melacak tokoh-tokoh Al Qaeda dan target teroris lainnya.
"Kami luar biasa dalam hal ini. Itu adalah sesuatu yang pemerintah AS sangat berpengalaman selama lebih dari 20 tahun," ujarnya.
Akan tetapi, operasi semacam ini tidak selalu berjalan sesuai rencana.
Pada 29 Agustus 2021, serangan drone AS terhadap sebuah mobil di utara bandara Kabul, yang menargetkan cabang lokal kelompok Negara Islam, justru menewaskan 10 orang tak bersalah. Pentagon akhirnya mengakui bahwa ada "kesalahan tragis".
Baca Juga: Pemimpin Al-Qaeda Tewas: Arab Saudi Senang, Afghanistan Berang Anggap AS Khianati Perjanjian
Sementara itu, peneliti senior di Foundation for Defence of Democracies, Bill Roggio, mengatakan serangan terhadap Zawahiri jauh lebih sulit, mengingat sudah tak ada aset AS di Afghanistan selepas penarikan tentara mereka dari negara itu berdasar Perjanjian Doha.
Serangan drone di masa lalu terhadap Pakistan misalnya, diterbangkan dari Afghanistan, sementara serangan terhadap Suriah akan dilakukan dari wilayah persahabatan di Irak.
"[Di tempat-tempat itu] jauh lebih mudah bagi AS karena memiliki aset, tetapi serangan terhadap Zawahiri ini jauh lebih rumit," kata Roggio.
"Ini adalah serangan pertama terhadap Al Qaeda atau Negara Islam di Afghanistan sejak AS pergi. Ini bukan kejadian umum," ujarnya.
Baca Juga: Kronologi Tewasnya Ayman al-Zawahiri, Bos Al Qaeda yang Dituding Pembunuh Ribuan Umat Islam
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.