NEW YORK, KOMPAS.TV – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Amerika Serikat (AS) untuk membatalkan keputusannya menyatakan pemberontak Houthi di Yaman sebagai kelompok teroris, memperingatkan bahwa keputusan tersebut tampaknya akan menyebabkan kelaparan dalam skala besar, skala yang tidak pernah terlihat selama hampir 40 tahun.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB urusan kemanusiaan Mark Lowcock berencana mengajukan banding dalam pidatonya di Dewan Keamanan PBB pada Kamis (14/1), seperti termaktub dalam salinan pidato yang diperoleh Associated Press.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan kelompok Houthi yang didukung oleh Iran sebagai “organisasi teroris asing” pada Minggu malam. Pompeo menyebut, pernyataan ini akan berlaku efektif mulai 19 Januari, hari terakhir petahana Presiden AS Donald Trump menduduki jabatan sebagai orang nomor 1 AS sebelum Joe Biden dilantik sebagai presiden AS yang baru.
Baca Juga: Pompeo Datangi Pemukiman Ilegal Israel di Tepi Barat, Turki: Tak Bertanggung Jawab dan Melawan Hukum
Sejumlah organisasi pemberi bantuan dan anggota Partai Republik senior juga telah memperingatkan bahwa keputusan ini dapat membawa dampak kemanusiaan mematikan pada negara yang hancur akibat konflik yang tengah dihadang risiko kelaparan.
Lowcock mengatakan, data menunjukkan bahwa 16 juta orang dari total 30 juta rakyat Yaman akan menderita kelaparan tahun ini.
Baca Juga: Ledakan Di Bandara di Yaman, 16 Tewas dan 60 Luka-luka
“Saat ini, sekitar 50.000 orang mati kelaparan dalam apa yang kita sebut sebagai kelaparan (skala) kecil,” ujarnya. “Lima juta orang lainnya hanya satu langkah di belakang mereka.”
Lowcock menyatakan, setiap keputusan yang dibuat sekarang harus memperhitungkan hal ini.
Sembari menekankan bahwa pernyataan sebagai kelompok teroris akan membuat sejumlah perusahaan menarik diri berurusan dengan rakyat Yaman, Lowcock memperingatkan bahwa kelaparan tidak akan bisa dicegah oleh beragam lisensi yang akan dikeluarkan AS bagi para kelompok pemberi bantuan dan usaha impor agar tetap dapat mencapai Yaman.
“Apa yang bisa mencegah (kelaparan) itu?! Pembatalan keputusan,” tegas Lowcock.
Baca Juga: Harapan di Tahun Baru, Paus Fransiskus Ingin Kekerasan di Yaman Bisa Berakhir
Lebih lanjut Lowcock menyebut, Yaman mengimpor 90% makanan mereka, yang hampir seluruhnya dibeli melalui jaringan komersial, sehingga pengiriman bantuan tidak akan mencukupi untuk mencegah kelaparan.
“Badan pemberi bantuan memberi bantuan berupa kupon atau uang tunai untuk membeli makanan impor di pasar. Badan pemberi bantuan tidak dapat – dan mereka memang tidak bisa – mengubah sistem impor komersil yang ada,” terangnya.
Enam tahun dilanda perang antara koalisi Arab yang didukung AS dan pemberontak Houthi telah menjadi bencana besar bagi Yaman. Perang itu menewaskan lebih dari 112.000 orang dan menghancurkan infrastruktur dari jalan raya dan rumah sakit hingga jaringan listrik dan air. Perang dimulai saat kelompok Houthi mengambil alih daerah utara pada 2014, yang memicu serangan udara balasan yang mematikan oleh koalisi yang dipimpin Arab Saudi, yang hendak mempertahankan pemerintahan yang diakui dunia internasional.
Baca Juga: Serangan Rudal di Bandara Aden, PM Yaman: Usaha Menghancurkan Pemerintahan
Kelompok Houthi, yang menerima bantuan keuangan dan militer dari Iran, menguasai ibukota dan kawasan utara Yaman tempat mayoritas rakyat Yaman tinggal, hingga memaksa kelompok-kelompok pemberi bantuan internasional bekerja sama. Badan-badan pemberi bantuan ini bergantung pada orang-orang Houthi untuk mengirimkan bantuan mereka, dan mereka pun membayar gaji pada kelompok Houthi agar bantuan mereka mencapai sasaran.
Keputusan AS menyatakan kelompok Houthi sebagai organisasi teroris asing merupakan bagian dari upaya lebih lanjut pemerintahan Trump untuk mengisolasi dan melumpuhkan Iran. Keputusan itu juga menunjukkan dukungan bagi sekutu terdekat AS, Arab Saudi, yang memimpin koalisi anti-Houthi dalam perang. Arab Saudi menganjurkan keputusan AS tersebut, berharap bahwa keputusan tersebut akan memaksa kelompok pemberontak Houthi untuk mencapai kesepakatan damai. Serangkaian pembicaraan damai dan kesepakatan gencatan senjata sebelumnya telah gagal.
Lowcock menyatakan bahwa PBB telah mengadakan pembicaraan dengan para pedagang komersial saat AS pertama kali mengungkapkan kemungkinan menyatakan kelompok Houthi sebagai teroris. Dalam kesempatan itu, para pedagang komersial menyatakan tidak yakin akan dapat terus mengimpor makanan.
Baca Juga: Bantah Berikan Ancaman Mati pada Donald Trump, Iran: Cara Pengecut Itu Mereka yang Gunakan
Pasca pengumuman keputusan AS tersebut, ujar Lowcock, perusahaan-perusahaan Yaman yang membawa masuk makanan impor melukiskan keputusan tersebut sebagai ‘bencana, malapetaka yang tidak terbayangkan’.
Ia menambahkan, “Pemasok global, bankir, pengirim dan penjamin bagi perusahaan-perusahaan Yaman sangat menghindari risiko dan beberapa dari mereka kini menelpon mitra Yaman mereka dan mengatakan bahwa mereka berniat meninggalkan Yaman sama sekali.”
Baca Juga: Iran Luncurkan Misil dalam Latihan Militer, Amerika Kebakaran Jenggot
“Menurut mereka, risiko-risikonya terlalu tinggi,” kata Lowcock. “Mereka takut secara tidak sengaja atau malah terjebak dalam regulasi AS yang akan membuat usaha mereka bangkrut atau masuk penjara.”
Beberapa berharap, lanjut Lowcock, dapat terus berbisnis. Namun, bilapun bisa, “Prediksi kasus terbaik mereka adalah, biaya bisa naik hingga 400 persen, dan ini terlalu mahal bagi para importir untuk tetap berbisnis dan terlalu mahal bagi rakyat Yaman untuk membeli makanan.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.