JAKARTA, KOMPAS.TV - Harga minyak dunia melanjutkan pelemahan setelah meninggalkan level psikologis 100 dollar AS per barel kemarin. Pada perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), harga minyak jatuh sekitar dua persen ke level terendah 12 minggu.
Mengutip dari Antara, Kamis (7/7/2022), minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Agustus turun 97 sen atau 1,0 persen, menjadi ditutup di 98,53 dolar AS per barel.
Kemudian minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September merosot 2,08 dolar AS atau 2,0 persen, menjadi menetap di 100,69 dolar AS per barel. Kedua harga acuan ditutup pada level terendah sejak 11 April.
Minyak diesel berjangka AS juga turun lebih dari lima persen. Para analis menilai, turunnya harga minyak karena persediaan minyak mentah AS mulai digelontorkan ke pasar. AS memang telah mengekspor cadangan minyak strategisnya ke Eropa dan Asia, untuk mengatasi ketatnya pasokan dan menurunkan harga.
Baca Juga: Rupiah Tembus Rp15.000 Per Dollar AS!
Analis di bank investasi Goldman Sachs dan UBS mengatakan harga minyak turun karena kekhawatiran resesi.
"Penurunan perdagangan minyak sebagai lindung nilai inflasi, dolar AS yang lebih kuat, dana lindung nilai yang bereaksi terhadap momentum harga minyak negatif, lindung nilai produsen, dan kekhawatiran pembatasan mobilitas baru di China," kata analis dari UBS.
"Ada kekhawatiran yang tidak dapat disangkal tentang kehancuran permintaan resesi, ditambah, open interest WTI di posisi terendah multi-tahun telah menciptakan sedikit krisis likuiditas," ujar Direktur Eksekutif Energi Berjangka di Mizuho, Robert Yawger.
Ketua Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan prospek ekonomi global telah "suram secara signifikan" sejak April dan dia tidak dapat mengesampingkan kemungkinan resesi global tahun depan mengingat risiko yang meningkat.
Baca Juga: Demi Turunkan Harga Minyak, AS Ekspor Cadangan Minyak Strategisnya ke Eropa dan Asia
Harga minyak juga terpukul oleh melonjaknya dollar AS, yang mencapai level tertinggi hampir 20 tahun terhadap banyak mata uang, membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lainnya.
Di China, importir minyak terbesar dunia, pasar khawatir bahwa penguncian COVID-19 baru dapat memangkas permintaan.
Impor minyak mentah China dari Rusia pada Mei melonjak 55 persen dari tahun sebelumnya ke level rekor. Rusia menggantikan Arab Saudi sebagai pemasok utama, dengan penyulingan mengambil pasokan yang didiskon karena negara-negara Barat memberi sanksi kepada Moskow atas invasinya ke Ukraina.
Lebih lanjut menekan harga minyak, Equinor ASA mengatakan semua ladang minyak dan gas yang terkena dampak pemogokan di sektor perminyakan Norwegia diperkirakan akan kembali beroperasi penuh dalam beberapa hari.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.