JAKARTA, KOMPAS.TV - Perusahaan teknologi internasional Google meluncurkan Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) generatif bernama Bard yang merupakan eksperimen Large Language Model (LLM) antarmuka.
Senior Vice President, Research, Technology & Society Google James Manyika menjelaskan, AI generatif Bard ini dirancang sebagai LLM antarmuka yang memungkinkan pengguna untuk berkolaborasi dengan AI generatif.
James menerangkan, teknologi Bard belum sepenuhnya sempurna, sehingga membutuhkan masukan dan kolaborasi dari berbagai pihak.
"Kami akan bekerja sama dengan pakar industri, pengajar, pembuat kebijakan, tokoh pejuang gerakan hak sipil dan hak asasi manusia, content creator, dan lainnya untuk mempelajari banyaknya peluang manfaat serta risiko dan batasan dari teknologi baru ini, dan bagaimana kami bisa menjadikannya lebih baik," kata James melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.tv, Senin (24/7/2023).
Bard, kata James, bisa membantu memenuhi rasa ingin tahu, mendukung produktivitas, serta memicu kreativitas penggunanya.
James menyebut, Bard bisa menjadi titik awal untuk memicu rasa ingin tahu pengguna selagi mengeksplorasi ide dan topik yang diminati.
"Contohnya, Bard akan menjelaskan konsep rumit secara sederhana atau mengemukakan wawasan yang relevan dengan suatu topik, yang mungkin dapat menginspirasi pengguna untuk mengeksplorasi dan mempelajarinya lebih jauh," ujarnya.
Baca Juga: Aplikasi ChatGPT untuk Android akan Dirilis Pekan Depan, Bisa Prapesan agar Otomatis Terinstal
Di sisi produktivitas, Bard bisa membantu membuatkan draft kasar undangan atau daftar tugas yang harus dilakukan ketika misalnya seseorang merencanakan sebuah pesta.
Di sisi kreativitas, Bard bisa membantu mewujudkan ide atau memicu kreativitas pengguna.
Misalnya, ketika ingin menulis konten blog, pengguna bisa membuatkan outline sehingga pengguna tak harus memulai dari nol atau lembar kosong.
"Kami juga melihat bahwa Bard bisa menjadi inspirasi kreativitas melalui puisi, cerpen, tagline, dan karya imajinatif lainnya yang Bard hasilkan," jelas James.
James menerangkan, Bard dirancang berdasarkan versi ringan dan optimal dari Language Models for Dialogue Applications (Lamda).
Sebagaimana LLM yang ada saat ini, Bard diberikan latihan awal dengan beragam data dari sumber yang tersedia untuk umum.
Latihan awal ini memungkinkan model tersebut untuk mempelajari pola bahasa dan menggunakannya untuk memprediksi kata atau rangkaian kata yang mungkin muncul berikutnya.
"Contohnya, saat LLM belajar, LLM bisa memprediksi bahwa kata yang lebih tepat setelah 'selai kacang dan ___' adalah 'cokelat' ketimbang 'tali sepatu'," terang James.
Untuk meningkatkan kreativitas dan menghasilkan respons LLM Bard yang lebih baik, pengguna perlu memberikan fleksibilitas untuk memilih kata yang masuk akal.
"Namun, penting untuk diperhatikan bahwa meskipun terkadang LLM bisa berfungsi dengan baik terhadap perintah faktual dan membuat kesan seakan sedang mengambil informasi, LLM bukanlah database informasi maupun sistem pengambilan informasi," tegasnya.
Saat pengguna memberikan perintah, Bard menggunakan konteks dari perintah dan interaksi dengan pengguna untuk menyusun beberapa versi respons.
Bard kemudian mengklasifikasi dan mengecek respons terhadap parameter keamanan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.