JAKARTA, KOMPAS.TV - Sejumlah wilayah di Indonesia mulai mengalami cuaca dingin menjelang musim kemarau.
Fenomena embun upas di sejumlah dataran tinggi pun mulai bermunculan.
Salah satu dataran tinggi yang ‘langganan’ mengalami fenomena embun upas adalah Dieng, Jawa Tengah.
Pada pagi hari, tanaman akan diselimuti embun yang membeku.
Baca Juga: Apa Penyebab Suhu Dingin pada Malam Hari Akhir-Akhir Ini? Berikut Penjelasan Ahli
Kepala Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang, Sutikno mengatakan, embun upas (frost) merupakan butiran es yang muncul di permukaan, berbeda dengan salju yang ada di negara empat musim.
“Salju terbentuk sebagai partikel presipitasi di atmosfer, embun beku merupakan fenomena munculnya butiran es di permukaan,” kata Sutikno, Selasa (18/7/2023).
Fenomena ini biasa terjadi pada musim kemarau pada setiap tahunnya, yakni bulan Juni hingga September.
Namun, dalam beberapa kasus, embun upas sudah muncul sejak bulan Mei.
“Namun, mulai intens dan sering diamati bulan Juni dan puncaknya di bulan Agustus,” jelas dia, seperti dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Apa Itu Fenomena Aphelion? Benarkah Sebabkan Cuaca Dingin? Begini Penjelasan BMKG
Sutikno memaparkan, ada beberapa hal yang menjadi penyebab terbentuknya embun upas, seperti tekanan udara, kelembaban udara, hingga penurunan suhu.
Tekanan udara menjadi salah satu faktor munculnya embun upas.
Tekanan udara pada periode Juni-Agustus lebih tinggi di Benua Australia daripada Benua Asia.
Pada periode ini, angin berhembus dari Australia menuju Asia melewati Indonesia.
Hal ini menandai dimulainya musim kemarau dan aktifnya monsun Australia.
Kelembaban udara di dataran tinggi dan pegunungan lebih tinggi dibandingkan dataran rendah.
Kelembaban udara yang tinggi ini memiliki kadar air yang tinggi dan dapat memunculkan embun upas.
Baca Juga: Fenomena Embun Upas, Wisata Gunung Bromo 'Bersalju' Diburu Wisatawan!
Ketika suhu turun secara kontinyu, embun yang menyelimuti permukaan dan tanaman pun membeku.
Ketika musim kemarau, tutupan awan biasanya lebih minimal sehingga radiasi yang dipancarkan balik oleh permukaan bumi lebih optimal.
Pancaran radiasi gelombang panjang dari bumi ini diiringi dengan penurunan suhu yang signifikan pada malam hari, dan mencapai puncaknya pada saat sebelum Matahari terbit (waktu di mana suhu minimal umumnya tercapai).
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.