BANTEN, KOMPAS.TV - Bekas Kepala Desa (Kades) Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten, Alkani, ditahan karena diduga melakukan tindak pidana korupsi dana desa.
Alkani diduga melakukan tindak pidana korupsi ketika menjabat sebagai kepala desa pada periode tahun 2015 sampai 2021.
Pengacara Alkani, Erlan Setiawan, mengatakan bahwa kliennya telah mengakui perbuatannya yaitu melakukan korupsi sebesar Rp 988 juta.
Baca Juga: Buron Selama 3 Tahun, Terpidana Korupsi Dana Desa Tolikara Rp 318 Miliar Ditangkap Kejati Papua
Uang hasil korupsi hampir Rp 1 miliar itu, disebut Erlan, digunakan oleh Alkani untuk biaya menikah lagi dengan istri keempatnya.
Selain itu, uang tersebut juga digunakan Alkani untuk berfoya-foya di tempat hiburan malam.
"Pengakuannya iya (buat nikah lagi), dan suka ke tempat hiburan katanya dari uang dana desa itu," kata Erlan dikutip dari Kompas.com pada Senin (19/6/2023).
Erlan menambahkan, adapun tindak pidana korupsi yang dilakukan Alkani yaitu terkait alokasi dana desa tahun 2020, yang seharusnya untuk pembangunan infrastruktur desa.
Terkait tindakan kliennya tersebut, Erlan mengaku prihatin. Sebab, dana desa yang seharusnya digunakan kepentingan masyarakat namun dipakai untuk kepentingan pribadinya.
Baca Juga: Telan Uang demi Hilangkan Barang Bukti Korupsi, Polisi Kolombia Sesak Napas Dilarikan ke UGD
"Ini yang sangat miris yang harus kita pahami. Bahwa desa punya anggaran untuk kemajuan desa ternyata disalahgunakan oleh kepala desa," ujar Erlan.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Alkani saat ini ditahan di Rutan Kelas IIB Serang selama 20 hari ke depan.
Sementara itu, jaksa penuntut umum sedang menyiapkan berkas dakwaan setelah menerima tersangka dan barang bukti dari penyidik Polda Banten.
Jaksa akan segera melimpahkan kasus tersebut ke Pengadilan Tipikor Serang agar Alkani bisa segera diadili atas perbuatannya.
Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Banten Komisaris Polisi (Kompol) Ade Papa Rihi mengatakan, kasus berawal dari Desa Lontar mendapatkan anggaran tahun 2020 untuk pembangunan infrastruktur.
Baca Juga: Jawaban Ketua KPK Firli Bahuri soal Isu Pengaruh Politik dalam Menindak Kasus Korupsi
Namun, pada pelaksanaannya terdapat lima proyek fisik yang merugikan keuangan negara.
kLima proyek tersebut yakni tiga proyek fisik hasil pengerjaannya tidak sesuai rencana anggaran biaya (RAB) dan dua pekerjaan fiktif.
"Tersangka melakukan manipulasi terhadap laporan pertanggungjawaban," kata Ade.
Atas oerbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
Baca Juga: 3 Kali Diperiksa di Korupsi BTS, DPR akan Tanya Peran Dirjen Anggaran Kemenkeu ke Kejagung
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.