Di media sosial, tingkah-tingkah crazy rich selalu dibicarakan, bahkan bisa sampai membuat kita geleng-geleng kepala. Menurut warganet, apa yang dilakukan mereka termasuk flexing atau memamerkan kekayaannya.
Flexing ini ternyata juga digunakan di dunia bisnis sebagai upaya marketing, branding, dan selling untuk memberikan impresi tertentu pada calon konsumen.
Pemberian impresi ini dilakukan dengan menampilkan sebaik-baiknya citra diri atau produk supaya orang-orang tertarik, percaya, dan bertindak (membeli atau mengikuti).
Akan tetapi, menurut Arvan Pradiansyah, seorang motivator terkenal, dalam siniar Smart Inspiration edisi Happiness bertajuk "Flexing: Gaya Hidup atau Personal Branding?", kemunculan crazy rich yang justru lekat dengan kata flexing. Hal ini bahkan bisa membawa dampak ke masyarakat.
Baca Juga: Hobi Flexing di Media Sosial, Sebatas Pamer Kekayaan atau Ada Dampak Positifnya?
Meskipun terasa dekat, ternyata dua istilah ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Menurut Arvan, personal branding adalah memamerkan diri secara terstruktur.
Jadi, bukan hanya sekadar memamerkan diri untuk mengimpresi orang lain, tapi juga membuat perencanaan yang matang perihal apa yang ingin ditampilkan.
"Kesamaannya secara umum keduanya ingin menampilkan kita yang terbaik," tutur Arvan.
Sementara itu, flexing sebenarnya juga bertujuan untuk memamerkan diri. Akan tetapi, perbedaannya terletak pada kenihilan rencana dan struktur.
"Kalo personal branding apa yang kita punya, betul-betul kita tampilkan. Kalo flexing, sayangnya, bukan hanya yang kita punya kita tampilkan, tapi juga yang kita tidak punya. Seolah-olah kita punya hal itu," ujarnya.
Bahkan, tanpa disadari kita sebenarnya senang memamerkan hal-hal kecil. Misalnya, saat jalan-jalan keluar negeri atau pergi bersama teman, kita mengunggahnya di media sosial.
Baca Juga: Mengupas Fenomena 'Flexing' dan Hobi Spill Isi Rekening, Apa Dampak Psikologisnya?
Menurut Arvan, orang yang flexing biasanya ingin diakui bahwa ia memiliki kemampuan. Hal ini dilakukan agar ia bisa masuk ke dalam lingkaran pertemanan tertentu.
Selain itu, kita juga bisa merasa tertekan untuk terus memamerkan kehidupan kita, khususnya kekayaan. Biasanya pemicunya adalah pertanyaan pengikut seputar unggahan baru.
Hal ini tentu sangat sulit bagi para figur publik yang seolah dituntut untuk memberikan informasi terbaru seputar dirinya lewat media sosial. "Tapi dalam diri kita ‘kan suka ada bisikan, akhirnya kita selalu posting apa pun yang ada dalam diri."
Dari situ pula, akhirnya bisa membawa seseorang pada kebohongan. Agar terus dipuji oleh pengikut, kita akhirnya menghalalkan segala cara agar bisa menunjukkan kehidupan yang terlihat mewah.
Padahal, menurut Arvan, ketika sedang pamer, kita memang punya banyak pengagum. Akan tetapi, sebenarnya kita tak memiliki banyak teman.
"Orang percaya kita sudah mendapatkan suatu privilege tertentu, tetapi orang itu tidak mau jadi temen kita karena orang lebih suka temenan sama orang yang tidak pamer."
Maka dari itu, Alvan memberikan satu kunci utama untuk menghindari perilaku ini. Kita harus selalu bersyukur. Jangan fokus pada pencapaian orang lain agar tak terjebak pada perasaan semu ini.
Selain itu, penting juga untuk melakukan kontrol diri ketika mulai muncul hasrat ingin memamerkan kekayaan kita.
Dengarkan perbincangan lebih lanjut seputar flexing atau informasi lainnya yang berisi kiat bisnis dan motivasi hidup hanya melalui siniar Smart Inspiration di Spotify.
Ikuti juga, ya, siniarnya agar kalian selalu terinfo tiap ada episode terbaru yang tayang pada Selasa, Rabu, dan Kamis!
Penulis: Alifia Putri Yudanti dan Fandhi Gautama
Baca Juga: Begini Cara Licik Doni Salmanan Dapat Cuan Lewat Quotex, dari Flexing sampai Pura-pura Trading
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.