JAKARTA, KOMPAS.TV - Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkap jumlah pengguna internet Indonesia mencapai 221.563.479 jiwa sampai dengan awal tahun 2024. Jumlah itu mencakup 79,5 persen dari total populasi Indonesia yang sebanyak 278.696.200 jiwa.
Dalam survei lanjutan yang dilakukan APJII pada kuartal III-2024, terungkap bahwa sebesar 82,6 persen penduduk di daerah tertinggal atau 8.114.273 jiwa telah terhubung dengan internet.
Sisanya, sebanyak 17,4% masyarakat belum memiliki akses internet. Sedangkan total penduduk di kawasan 3T (tertinggal, terdepan, terluar) sebanyak 9.823.575 jiwa. Angka ini mencakup Kabupaten Nunukan dan Kepulauan Talaud.
Survei tersebut dilakukan dengan 1.950 sampel yang diambil dari 17 provinsi dan 64 kabupaten. Periode survei diselenggarakan pada Juli hingga September 2024.
Baca Juga: Bawaslu Akan Tindak Tegas Ujaran Kebencian di Medsos saat Pilkada Serentak 2024
"Untuk laki-laki menyumbang 59,40 persen kontribusi dari penetrasi internet di daerah tertinggal, dan perempuan sebesar 40,60 persen," kata Sekretaris APJII Pusat Zulfadly Syam dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.tv di Jakarta, Jumat (6/12/2024).
"Milenial memberikan kontribusi sebanyak 41,22 persen, disusul Gen Z dengan 36,37 persenn Gen X 15,89 persen, Baby Boomers 4,66 persen, Post Gen Z 1,74 persen dan Pre Boomers sebanyak 0,12 persen," tambahnya.
Ia menyampaikan, jumlah pengguna internet yang cukup tinggi di Indonesia bahkan di wilayah 3T, membawa perubahan signifikan dalan kehidupan masyarakat. Tak terkecuali urusan politik.
Seperti diketahui, Indonesia baru saja menggelar pesta demokrasi serentak terbesar sepanjang masa, yaitu Pemilu dan Pilkada pada 2024.
Baca Juga: Dampak Kenaikan PPN 12% Bagi Gen Z, Siap-Siap Harga Langganan Platform Streaming Naik!
Pemilu yang diselenggarakan pada 14 Februari 2024 bertujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden, 580 anggota DPR RI, 152 anggota DPD RI, 2.372 anggota DPRD Provinsi, dan 17.510 anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Sedangkan, Pilkada yang diselenggarakan pada 27 November 2024 di 545 daerah bertujuan untuk memilih memilih 37 gubernur/wakil gubernur, 415 bupati/wakil bupati, dan 93 walikota/wakil walikota.
Salah satu yang merasakan besarnya dampak kemajuan internet dalam politik adalah Sabita Maheswari Gunawan yang merupakan mahasiswi Fakultas Ilmu Administrasi Niaga, Universitas Indonesia.
Sebagai pengguna aktif media sosial, Sabita mengaku banyak terpapar kampanye politik lewat medsos. Ia menilai, cara masyarakat khususnya kaum muda dalam berinteraksi dengan pemerintah juga berubah seiring perkembangan medsos.
Baca Juga: Kominfo Buka Suara soal Rencana Bentuk Dewan Medsos untuk Kontrol Konten
"Trias politika yang dikenal sebagai pilar demokrasi adalah lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam perkembangannya, peran media sosial sebagai pengawas jalannya pemerintahan dan demokrasi semakin diakui dan dianggap sebagai pilar keempat dalam sistem demokrasi," tutur Sabita.
"Media sosial memungkinkan warga untuk berbagi pendapat, memobilisasi dukungan, dan menyampaikan aspirasi politik mereka kepada pemimpin politik dan institusi yang berwenang," imbuhnya.
Sisi positifnya, lanjut Sabita, partisipasi politik menjadi lebih inklusif, memungkinkan warga dari berbagai latar belakang untuk memiliki suara dan memengaruhi keputusan publik.
Ia berpendapat, kualitas demokrasi dalam sebuah negara juga ditentukan oleh kualitas partisipasi warganya.
"Keterlibatan warga negara dalam melakukan partisipasi dimungkinkan karena tersedianya ruang yang cukup untuk melakukan partisipasi yang dijamin oleh negara, juga kemampuan dan keterampilan dari warga negara untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk dan berbagai macam aspek," terangnya.
Baca Juga: KJP Plus dan KJMU Tahap 2 November-Desember 2024 Cair Bertahap Mulai Hari Ini
Ia menambahkan, era digital saat ini membuka kebebasan masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya. Berbagai platform hadir memberikan kebebasan bagi penggunanya dalam berinteraksi, terutama dalam menyampaikan pendapat.
"Dengan hadirnya kemajuan teknologi memudahkan untuk mengakses internet, sehingga saat ini semua masyarakat terutama generasi milenial dan Gen Z sudah memiliki media sosial yang bisa diakses kapanpun dan dimanapun," terangnya.
Namun sisi negatifnya, masifnya konten politik di medsos membuat masyarakat dan kaum muda rentan terpapar berita bohong atau hoaks, serta kampanye negatif dengan memfitnah lawan politik, dan menjatuhkan harkat martabat pihak kompetitor.
"Penyalahgunaan media sosial bisa berdampak menurunnya kualitas demokrasi," ucapnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.