Jaksa juga menuntut Terbit Rencana membayar biaya restitusi sebesar Rp 2,3 miliar kepada korban atau ahli warisnya.
Jika Terbit Rencana tidak mampu membayar restitusi tersebut, paling lama 14 hari setelah putusan pengadilan dan berkekuatan hukum tetap, maka diganti dengan pidana kurungan penjara selama satu tahun penjara.
Jaksa menilai Terbit Rencana telah melanggar Pasal 2 ayat 2 UU nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagaimana dalam surat dakwaan keempat.
Sebagai informasi, kasus tersebut bermula dari temuan kerangkeng atau penjara manusia di kediaman Terbit Rencana di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, pada Rabu, 19 Januari 2022 lalu.
Temuan tersebut bermula dari penggeledahan rumah Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Semnetara itu, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, saat itu menyampaikan kerangkeng manusia yang ada di rumah Terbit Rencana Perangin-Angin sudah berdiri sejak 10 tahun lalu.
Menurut penjelasannya, kerangkeng itu dilaporkan dijadikan tempat rehabilitasi narkoba.
"Ternyata kerangkeng itu sudah ada sejak 2012. Informasi awal dijadikan tempat rehabilitasi untuk orang atau masyarakat yang kecanduan narkoba atau ada yang dititipkan orangtuanya terkait kenakalan remaja," kata Hadi Wahyudi, Senin (24/1/2022).
Namun, ternyata Terbit Rencana tak punya izin untuk menjalankan kegiatan rehabilitasi tersebut.
Baca Juga: KPK Ungkap Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin Bakal Segera Disidang soal Kasus TPPO
Sumber : Kompas TV/Tribun Medan
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.