Peraturan itu, kata dia, sebagaimana dimaksud adalah pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
“Dalam catatan ini, maka seharusnya KPU segera mengubah PKPU 19 tahun 2023 dan segera meminta kepada DPR dan pemerintah untuk mengadakan rapat denngar pendapat umum.”
“Karena RDP umum itu telah diamanatkan UU nomor 7 tahun 2017 pasal 75 ayat 4. Jadi ada proses yang harus dilewati melalui hal tersebut,” tambahnya.
Bambang berpendapat putusan KPU cacat secara hukum karena tidak mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90.
“Mengingat pada peraturan KPU nomor 19 dan kemudian telah diubah menjadi nomor 23, ini menjadi pertanyaan karena ketika putusan ini dibuatPKPU nomor 23 itu belum ada, belum disahkan.”
Baca Juga: Sidang Dimulai, Tim AMIN Hadirkan Ahli Guna Buktikan Dugaan Sengketa Pilpres 2024
Sementara mengenai perbedaan antara sengketa proses dan sengketa hasil pemilu, ia menyebut bahwa sengketa proses merupakan kewenangan Bawaslu untuk menangani, sedangkan sengketa hasil merupakan kewenangan MK.
“Berkaitan dengan sengkta proses dan sengketa hasil, sengketa proses adalah sengketa yang diajukan dalam proses pemilihan umum, dan ini kewenangan dari Badan Pengawas Pemilu.”
“Sengketa hasil adalah sengketa terhadap hasil pemilihan umum yang menjdi kewenangan dari Mahkamah Konstitusi,” tuturnya.
Sebelumnya, dalam pemaparannya, Bambang menyebut pencalonan Gibran melanggar hukum dan konstitusi karena dalam proses penetapan pencalonan, KPU menggunakan Peraturan KPU nomor 19 tahun 2023, bukan PKPU nomor 23 tahun 2023 yang sesuai dengan putusan MK nomor 90 tentang batas usia calon.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.