JAKARTA, KOMPAS.TV - Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis, menilai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan presiden boleh berkampanye dan memihak dalam pemilu, merisaukan.
Todung menyebut pernyataan tersebut hal yang tidak biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya. Bukan hanya di zaman Jokowi, kata dia, ntetapi juga presiden-presiden sebelumnya.
“Pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan bahwa presiden boleh kampanye dan memihak kepada paslon, sangat merisaukan karena pernyataan ini bisa ditafsirkan sebagai bentuk pengingkaran terhadap sifat-sifat netral yang melekat pada diri presiden,” kata Todung dalam konferensi pers, Kamis (25/1/2024).
Baca Juga: Istana Buka Suara soal Pernyataan Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye dan Memihak di Pilpres
Menurutnya, presiden dan kepala negara harus berada di atas semua kelompok, golongan, suku, agama, hingga partai politik.
Todung mengutip pernyataan dalam UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Konsekuensinya, semua tindakan dan ucapan presiden harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Ia mengatakan presiden juga tidak boleh melakukan diskriminasi dalam menjalankan tugasnya.
“Jadi adalah aneh jika presiden mengatakan bahwa presiden boleh kampanye dan memihak, sebagaimana juga menteri boleh memihak. Yang dilarang adalah kampanye menggunakan fasilitas negara,” tegas Todung.
Ia juga menanggapi pernyataan Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana yang menjelaskan peraturan mengenai dibolehkannya presiden untuk ikut berkampanye, yakni Pasal 281 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.