JAKARTA, KOMPAS.TV - Perempuan berusia 32 tahun bernama Ossy Claranita Nanda Triar, menjadi dalang atas pembunuhan suaminya sendiri, Arif Sriyono, di Karawang, Jawa Barat. Untuk melancarkan aksinya, Ossy menyewa pembunuh bayaran. Kasus Ossy mengingatkan pada berbagai kasus serupa di Tanah Air, ketika pembunuh bayaran bersedia menjalankan aksinya sesuai pesanan.
Kompas TV, pada 13 Februari 2022, pernah menurunkan tulisan tentang pembunuh bayaran Suud Rusli. Nama ini menghilang dalam ingatan publik secara perlahan. Padahal, dia adalah mantan pembunuh bayaran yang berhasil dua kali kabur dari tahanan. Untuk menangkap lelaki gempal ini, pihak kepolisian harus dibantu oleh TNI Angkatan Laut.
Maklum, Suud adalah mantan prajurit Batalyon Intai Amfibi (Yon Taifib) berpangkat kopral dua. Batalyon Taifib adalah satuan elite di dalam korps Marinir berbaret ungu yang terkenal dengan daya tahan dan kehebatannya dalam bertempur.
Baca Juga: Pembunuh Bayaran Karyawan Toyota Ditangkap di Banyumas, Sempat Melawan Akhirnya Ditembak Polisi
Kejahatan yang sudah dilakukan Suud adalah membunuh bos PT Aneka Sakti Bhuana (Asaba) Boedyharto Angsono pada 19 Juli 2003 silam. Boedyharto dieksekusi saat sedang bersama pengawal pribadinya Serda Edy Siyep yang merupakan anggota Kopassus.
Boedyharto dan Serda Edy dibunuh di depan lapangan basket Gelanggang Olahraga (GOR) Sasana Krida Pluit, Jakarta Utara, sekira pukul 05.30 WIB oleh empat oknum anggota Marinir, termasuk Suud Rusli.
Rusli mendapatkan order membunuh Boedyharto dari Gunawan Santoso, yang tak lain mantan menantu Boedyharto sendiri. Upah yang diberikan Gunawan kepada sang pembunuh bayaran tidaklah seberapa, Rp4 juta saja.
Namun diakui Gunawan, hubungan mereka sudah lama dan kenal dekat sehingga harga tersebut bisa dibilang "harga pertemanan". Gunawan dan Suud divonis mati pada 2004 lalu.
Tetapi kisah Suud tidak berhenti sampai di sana. Setahun mendekam dalam jeruji besi, Suud bersama rekannya mantan Letda (Mar) Syam Sanusi berhasil melarikan diri pada 5 Mei 2005 dengan cara memotong jeruji besi.
Situs TNI Angkatan Laut menyebutkan, pelarian Suud tidak lama, kurang dari satu bulan. Tepatnya pada 31 Mei 2005, dia ditangkap di Malang, Jawa timur, dengan dua timah panas di kakinya.
Belum juga jera, lima bulan kemudian, tepatnya 6 Nopember 2005, Suud Rusli berhasil kabur lagi. Dia ditangkap kembali pada tanggal 23 November 2005.
Saat penangkapan kedua kalinya, Tim Polri melakukan penyergapan di Kampung Susukan, Desa Gunungsari, Kecamatan Pegaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Licin seperti belut, Suud berhasil lolos dari sergapan sore itu. Baru pada pagi harinya, tim gabungan dari Puspom TNI dan Polri melaksanakan penyisiran di sekitar lokasi penyergapan dan pada pukul 07.00 WIB tim tersebut berhasil menangkap Suud Rusli ketika tengah berada di sebuah gubuk yang berada di tengah persawahan sedang tertidur pulas bersama pacarnya, Ida.
Baca Juga: Detik-detik Mencekam Karyawan Toyota Dihabisi Pembunuh Bayaran Istrinya, Berawal Dijebak Adik Ipar
Setelah ditangkap, Suud dibawa dengan menggunakan kendaraan Lidkrim Puspom TNI menuju Rumah Tahanan Militer Cimanggis, Jakarta.
Aparat tampaknya tak mau kecolongan lagi. Saat ditangkap, tangan Suud dirantai ke belakang dan wajah ditutupi kain.
"Agar tidak lari lagi, Suud dirantai dan diborgol lebih besar lagi," kata Komandan Pusat Polisi Militer TNI AL Mayor Jenderal Marinir Sunarko G.A di Jakarta, Rabu 23 November 2005 silam.
Suud juga dikawal dobel oleh anggota Pomad (Polisi Militer TNI Angkatan Darat) dan Pomal (Polisi Militer TNI Angkatan Laut).
Suud kini mendekam di Lapas Kelas 1 Surabaya. Pada 2015, dia mengajukan grasi, namun ditolak Presiden Jokowi. Dia juga mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-undang nomor 5 tahun 2010 tentang Grasi. Namun, lagi-lagi kandas di tengah jalan.
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, 21 Juni 2016 silam.
Kini Suud yang sudah bercerai dengan istrinya itu menghabiskan waktunya di lapas sebagai instruktur kedisiplinan. Salah satunya, dia yang melatih teroris Umar Patek upacara bendera di sana.
Dia pun terus berupaya mengajukan keringanan hukuman kepada pemerintah. Kepada Suryamalang.com, pada tahun 2020 silam, dia mengaku berusaha mengajukan peninjauan kembali (PK).
"Apa pun bisa terjadi kepada semua manusia. Harapan saya adalah tetap mengabdi kepada bangsa dan Tanah Air walau hanya di balik jeruji besi," ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.