JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri angkat bicara terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang tidak mengabulkan gugatan praperadilan penetapannya sebagai tersangka.
Ada empat poin yang disampaikan Firli terkait putusan praperadilan PN Jaksel.
Pertama, Firli mengaku kaget lantaran ada pemberitaan yang menyebut PN Jaksel menolak gugatan praperadilan yang diajukannya.
Menurutnya, pemberitaan itu tidak benar, sebab dalam amar putusan, hakim tidak menyebut pengadilan menolak gugatannya.
"Putusan hakim PN Jaksel memutuskan, mengadili, pertama, permohonan pemohon tidak diterima. Bukan ditolak, tetapi juga tidak dikabulkan. Biasa kan putusan ada dua, ditolak dan dikabulkan. Ini ada di tengah-tengah, tidak dapat diterima. Permohonan praperadilan saya bukan ditolak, tapi permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Firli saat ditemui di kedai kopi di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa (19/12/2023).
Baca Juga: Praperadilan Firli Bahuri Ditolak, Polda Metro Jaya: Bukti Penyidikan Dilakukan secara Profesional
Poin kedua, Firli menyatakan dirinya siap mengikuti proses hukum yang menyeretnya sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Kesiapan mengikuti proses hukum tersebut, sambung Firli, sudah ditegaskannya jauh-jauh hari saat memenuhi panggilan Bareskrim Polri sebagai saksi.
Ia meyakini Indonesia merupakan negara berlandaskan hukum, bukan di bawah kekuasaan. Untuk itu, asas praduga tidak bersalah dan persamaan hak di muka hukum harus dijunjung tinggi.
Purnawirawan jenderal bintang tiga Polri ini menginginkan tidak ada anak bangsa yang terjerumus di dalam opini menghakimi orang. Sebab, pada prinsipnya, dalam penegakan hukum ada asas praduga tidak bersalah dan persamaan hak di muka hukum.
Dalam mewujudkan tujuan penegakan hukum, imbuhnya, wajib mengedepankan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.
Baca Juga: [FULL] Firli Bahuri Buka Suara Soal Putusan Hakim Tolak Praperadilan di Kasus Pemerasan SYL
"Tolong tidak ada yang mengembangkan membangun opini menghakimi seseorang itu bersalah. Kita patuhi asas praduga tidak bersalah, bukan praduga bersalah," ujar Firli.
Poin ketiga, yakni soal pertimbangan hakim yang menilai dalil permohonan gugatan praperadilan kabur atau tidak jelas karena mencampurkan materi formil dan di luar aspek formil yang ditentukan.
Menurut Firli, dalam proses persidangan, dirinya telah menghadirkan sejumlah ahli, seperti Prof. Dr. Romli Atmasasmita, yang menyusun UU KPK dan UU Tindak Pidana Korupsi,
Kemudian Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, Guru Besar Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Prof. Dr. Suparji Ahmad, dan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila Prof Dr. Agus Surono,
Para ahli ini telah memberikan pendapat mereka mengenai gugatan praperadilan yang diajukan Firli dengan termohon Kepala Kepolisian Polda Metro Jaya.
Baca Juga: Ini Alasan Eks Penyidik KPK Novel Baswedan Minta Firli Bahuri Segera Ditahan
"Hasilnya kita tahu permohonan pemohon tidak dapat diterima, beberapa penjelasan adalah tidak jelas. Saya jadi bertanya, kalau sekelas ahli yang dihadirkan menjelaskan tidak jelas, apalagi saya yang bukan sarjana hukum. Ini perlu kita perdalam, di mana ketidakjelasannya. Ini yang menjadi persoalan kita bagaimana kita bisa mencerdaskan kehidupan bangsa ini," ujar Firli.
Poin keempat, Firli menghormati putusan PN Jaksel yang tidak dapat menerima gugatan praperadilan terkait penetapan dirinya sebagai tersangaka.
Mantan Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabarharkam) Polri ini juga mengucapkan terima kasih atas dukungan masyarakat terhadap dirinya. Ia meyakini hakim merupakan pihak yang lebih memahami asas perkara yang ditanganinya.
"Ada doktrin lain hukum harus ditegakkan sekalipun langit runtuh," ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.