JAKARTA, KOMPAS.TV - Koordinator Staf Presiden Ari Dwipayana membantah pernah ada pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo yang membahas kasus E-KTP
Pernyataan itu disampaikan Ari Dwipayana melalui pesan singkat kepada KOMPAS TV, Jumat (1/12/2023).
"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," ucap Ari.
Ari lebih lanjut mengatakan, posisi Presiden Jokowi dalam kasus E-KTP yang menimpa mantan Ketua DPR Setya Novanto adalah mendukung proses hukum.
Baca Juga: Maruli: Saya Tidak akan Pertaruhkan Netralitas TNI AD di Pemilu 2024, Nanti Ini akan Jadi Sejarah
"Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ujar Ari.
"Presiden dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik. Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik."
Dalam keterangannya, Ari kemudian membantah Presiden Jokowi menjadi pihak yang berinisiatif melakukan revisi UU KPK. Ditegaskan Ari, revisi UU KPK adalah inisiatif dari DPR bukan pemerintah.
"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," kata Ari.
Sebelumnya, mantan Ketua KPK Agus Rahardjo bersaksi Presiden Jokowi pernah memintanya untuk menghentikan kasus E-KTP dengan tersangka Setya Novanto
“Saya bersaksi dan itu memang terjadi yang sesungguhnya, saya awalnya tidak cerita kepada komisioner lain tapi setelah berlama-lama saya cerita,” ucap Agus Rahardjo di program ROSI KOMPAS TV Kamis malam.
Baca Juga: Maruli Simanjuntak Ungkap Penyebab Luhut Nangis saat Pelantikan: Dulu Punya Cita-Cita Jadi KSAD
“Saya bicara apa adanya saja (Saat ditanya Presiden Jokowi -red), bahwa sprindik (Setya Novanto -red) sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu tidak SP3, nggak mungkin saya memberhentikan itu."
Rosi sempat memastikan kepada Agus Rahardjo, apakah memang benar yang dimaksud Presiden Jokowi adalah jangan menersangkakan Setya Novanto. Agus membenarkan karena saat itu Presiden Jokowi sempat bertanya kepada Mensesneg Pratikno soal apa itu sprindik.
“Karena Presiden waktu itu juga menanyakan kepada Pak Mensesneg, Pak Pratik, sprindik itu apa to, hehehe, jadi itu kejadiannya pada waktu itu.”
Kepada Rosi, Agus semula mengatakan dirinya tidak tahu untuk alasan apa dipanggil sendiri oleh Presiden Jokowi.
“Saya terung terang pada saat kasus E-KTP, saya dipanggil sendirian oleh Presiden, Presiden waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno, jadi saya heran, biasanya itu manggil berlima, ini kok sendirian,” ungkap Agus.
Saat memenuhi panggilan Presiden Jokowi, Agus mengungkapkan dirinya tidak masuk lewat jalur yang biasanya pejabat datang.
Sehingga kedatangannya ke kompleks Istana Kepresidenan tidak termonitor oleh wartawan saat itu.
“Dan dipanggil juga bukan lewat ruang wartawan tapi ruang masjid kecil itu, jadi dari sana,” ucap Agus.
Setibanya di ruangan di mana ada Presiden Jokowi, Agus menuturkan langsung mendengar suara keras Presiden Jokowi yang mengatakan “hentikan”.
Agus mengaku tidak tahu, namun setelah duduk dan diajak berbicara dengan Presiden Jokowi, dirinya baru sadar yang dihentikan adalah kasus KTP-elektronik.
“Begitu saya masuk, Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk itu teriak hentikan, yang dihentikan apanya, setelah saya duduk saya baru tahu yang suruh hentikan itu ternyata kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu memiliki kasus E-KTP, supaya tidak diteruskan,” kata Agus.
“Nah sprindik itu kan sudah saya keluarin tiga minggu yang lalu, dari Presiden bicara itu. Sprindik itu tidak mungkin, karena KPK tidak punya SP3, tidak mungkin saya hentikan, saya batalkan, kemudian karena tugas KPK seperti itu makanya kemudian tidak saya perhatikan, saya jalan terus.”
Belakangan Agus menyadari, bahwa buntut dari penolakannya atas perintah Presiden Jokowi di kasus Setya Novanto, UU KPK menjadi direvisi.
"Tapi akhirnya dilakukan review undang-undang itu kan, SP3 menjadi ada, di bawah presiden, karena pada waktu itu, Presiden merasa ketua KPK kok diperintah Presiden tidak mau, apa mungkin begitu," kata Agus.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.