JAKARTA, KOMPAS.TV - Ombudsman RI mendesak pemerintah untuk segera menetapkan status Kejadian Luar Biasa kasus gagal ginjal akut pada anak-anak. Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengakui, jika merujuk pada Undang-Undang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan, kasus gagal ginjal akut ini mungkin tidak bisa masuk kriteria untuk ditetapkan sebagai KLB.
Namun, Robert meminta agar pemerintah jangan hanya membaca aturan tersebut secara tekstual, tapi juga kontekstual.
"Pemerintah harus tahu filosofi aturan tersebut dan status emergency pada kondisi saat ini," kata Robert dalam konferensi pers virtual, Selasa (25/10/2022).
"Jangan sampai di satu sisi korban sudah berjatuhan, di sisi lain masih berpolemik apakah masih perlu KLB. Tidak perlu ditanya apakah menular atau tidak, endemi atau pandemi. Lihat saja kenyataan yang ada," ujarnya.
Baca Juga: Kemenkes Pesan Obat Gagal Ginjal Akut dari Amerika dan Jepang, Selain dari Singapura dan Australia
Robert kemudian memaparkan keuntungan jika pemerintah segera menetapkan status KLB:
a. Terpenuhi Standar Pelayanan Publik (SPP) termasuk pelayanan pemeriksaan laboratorium sampai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
b. Pembentukan satuan tugas khusus dalam penanganan kasus GGAPA
c. Koordinasi dan sinergi dengan Pemerintah Daerah dan BPJS Kesehatan terkait pembiayaan pasien.
d. Sosialisasi dalam rangka pencegahan kasus GGAPA sampal ke tingkat desa.
e. Akses informasi yang tepat, cepat dan tuntas
f. Ketersediaan obat gagal ginjal akut dan penggunaannya bagi pasien
Sebagai informasi, mengacu pada Permenkes No 1502 tahun 2010, KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Baca Juga: YLKI Desak Pembentukan Tim Investigasi Independen Kasus Gagal Ginjal Akut
Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.