Ilustrasi emosi (Sumber: blog.emojipedia.org)
Berikutnya, mengekspresikan emosi secara berlebihan atau agresif. Misalnya, marah-marah dan berperilaku kasar serta merugikan orang lain.
“Tidak semua emosi harus diekspresikan atau dilepaskan. Namun harus selektif dalam melepas dan menahan emosi,” tuturnya.
Ada beberapa cara dalam mengelola emosi. Pertama, melakukan pemilihan situasi untuk memilih merasakan emosi atau tidak. Misal, setiap melihat dialog politik di televisi mudah tersulut amarahnya, maka sebaiknya hal tersebut dihindari.
Ia menuturkan sebelum melakukan pemilihan situasi, orang harus punya self awareness atau kesadaran diri terkait emosi, sehingga bisa menyadari hal-hal apa yang membuat diri marah, kecewa, dan lainnya.
Kedua, memodifikasi lingkungan. Contoh, saat merasa galau bisa menata ulang kamar supaya lebih bersemangat.
Ketiga, mengubah dalam diri sendiri. Salah satunya, mengubah pemikiran terhadap suatu persoalan.
“Misalnya, saat diputuskan pacar pasti merasa sedih. Untuk mengurangi kesedihan bisa berpikir mungkin itu bukan jodoh saya, mungkin nantinya saya bisa mendapat yang lebih baik lagi,” kata Ampuni.
Ia menyarankan orang mempengaruhi dan mengubah pikiran negatif menjadi positif untuk membangun optimisme. Ia tidak menampik hal ini tidak mudah, namun bisa dilakukan dengan kemauan.
Baca Juga: Minta Maaf ke Chris Rock dan Oscar 2022, Will Smith: Saya Bereaksi Emosional
Keempat, mengalihkan perhatian. Misal dengan melihat tayangan komedi, jalan-jalan atau melakukan hobi untuk mengalihkan emosi.
Kelima, mengambil jarak dari emosi yang dirasakan. Misal, ketika marah tidak langsung diekspresikan, melainkan berdiam diri dulu. Mengambil jarak juga bisa dilakukan dengan memberi sugesti diri supaya tidak dikuasai emosi negatif.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.