“Dalam beberapa pernyataan tokoh PA 212, tidak akan jadi partai politik. Dalam prespektif ilmu politik, sejauh ini, PA 212 adalah pressure group (kelompok penekan). Forman dan Baldwin (2007) mendefinisikan pressure group sebagai kelompok masyarakat yang melalui tindakan politik, berusaha untuk mencapai perubahan yang diinginkan, atau sebaliknya mencegah perubahan yang tidak diinginkan," papar Hanif.
Dalam praktiknya, kelompok ini akan menekan pemangku kebijakan atau pemerintah untuk mengakomodir tuntutan dan kepentingannya.
"Targetnya, mendapatkan dukungan, baik material ataupun nonmaterial," kata Hanif.
Di titik inilah, ungkap Hanif, kerentanan pressure group adalah dapat ditunggangi oleh kepentingan elite politik tertentu. Meskipun hal ini bisa berpengaruh positif ataupun negatif.
Baca Juga: Menilik Gerakan PA 212 sebagai Pressure Group bagi Elite Politik Indonesia, Ternyata Ini Targetnya
Desakan agar PA 212 menjadi parpol sudah lama dilontarkan oleh banyak pihak sebab bisa menyalurkan hak politiknya secara langsung. Mulai dari politisi hingga para pengamat, tapi tampakya, PA 212 memilih jalan untuk tidak di jalur partai.
“Dalam beberapa pernyataan tokoh PA 212, tidak akan jadi partai politik. Dalam prespektif ilmu politik, sejauh ini, PA 212 adalah pressure group (kelompok penekan),” jelas Hanif.
Hanif juga memaparkan, sebagai kelompok penekan, tugas PA 212 sebagai gerakan adalah membingkai isu. Upaya ini nantinya berelasi dengan para elit partai.
“Keberadaannya dipengaruhi oleh kemampuan membingkai isu dan menjalin relasi dengan pemangku kebijakan dan elit partai,” tambahnya.
Baca Juga: Sejarah Reuni 212: dari Tuntutan Penjarakan Ahok, Bebaskan Rizieq Shihab hingga Usul Jadi Parpol
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.