Hagari menyebut resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengakhiri perang Israel-Hizbullah pada 2006 tidak ditegakkan, dan menyatakan bahwa Lebanon selatan "dipenuhi teroris dan senjata Hizbullah."
Resolusi tersebut meminta Hizbullah mundur dari daerah antara perbatasan dan Sungai Litani, serta tentara Lebanon dan penjaga perdamaian PBB berpatroli di wilayah tersebut.
Israel berpendapat ketentuan ini tidak pernah ditegakkan, sementara Lebanon menuduh Israel melanggar ketentuan lainnya.
Tidak ada konfirmasi langsung dari tentara Lebanon maupun pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon selatan, UNIFIL, bahwa pasukan Israel telah melintasi perbatasan.
Baca Juga: Israel Invasi Lebanon, Beirut: Periode Paling Berbahaya dalam Sejarah Kami
UNIFIL menyatakan militer Israel telah memberi tahu mereka sehari sebelumnya tentang "niat untuk melakukan serangan darat terbatas ke Lebanon" dan menyebutnya sebagai "perkembangan berbahaya."
UNIFIL mendesak kedua belah pihak untuk meredakan ketegangan.
Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mengatakan negaranya bersedia mengerahkan tentara untuk mendukung resolusi tersebut jika terjadi gencatan senjata.
Namun, pasukan bersenjata Lebanon tidak dapat memaksakan kesepakatan pada Hizbullah yang lebih kuat.
Menurut Associated Press, Israel mungkin akan memfokuskan operasi daratnya di wilayah sempit sepanjang perbatasan, bukan melancarkan invasi lebih besar dengan tujuan menghancurkan Hizbullah, seperti yang mereka lakukan di Gaza terhadap Hamas.
Pejabat militer Israel mengindikasikan penyerangan ke Beirut, seperti yang terjadi selama invasi 1982, "tidak ada dalam agenda."
Baca Juga: Paus Fransiskus: Tindakan Israel di Gaza dan Lebanon Tidak Bermoral dan Melampaui Batas
Operasi darat ini menandai fase baru dan berisiko dalam pertempuran, yang dapat memperburuk kerusakan di Lebanon.
Lebih dari 1.000 orang tewas di Lebanon akibat serangan Israel dalam dua minggu terakhir, hampir seperempatnya adalah wanita dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon. Ratusan ribu orang telah mengungsi dari rumah mereka.
Hizbullah adalah milisi terlatih yang diyakini memiliki puluhan ribu pejuang dan persenjataan 150.000 roket dan rudal.
Putaran terakhir pertempuran pada 2006 berakhir dengan kebuntuan, dan kedua belah pihak telah menghabiskan dua dekade untuk mempersiapkan konfrontasi berikutnya.
Serangan udara Israel baru-baru ini yang membunuh sebagian besar pemimpin puncak Hizbullah serta gelombang ledakan ribuan penyeranta atau pager dan walkie-talkie yang diduga didalangi Israel, menunjukkan bahwa Israel telah berhasil menyusup ke dalam jaringan elite kelompok tersebut.
Pada Senin, Hizbullah bersumpah untuk terus bertempur meskipun mengalami kerugian. Pemimpin sementara Hizbullah, Naim Qassem, dalam pernyataan yang disiarkan televisi, menegaskan pihaknya siap menghadapi invasi Israel.
Dia juga mengatakan komandan-komandan Hizbullah yang tewas dalam beberapa minggu terakhir, telah ada pengganti.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.