AS dan China sendiri telah melihat bagaimana pemimpin baru di Asia Tenggara bisa mengancam kepentingan mereka.
Salah satunya adalah eks Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang vokal mengkritik kebijakan keamanan AS di Asia.
Duterte di saat yang sama, dekat dengan pemimpin China, Xi Jinping, dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Dia kemudian digantikan Ferdinand Marcos Jr, yang cenderung pro-AS.
Marcos Jr ingin meningkatkan kerja sama militer dengan AS, untuk menghalau agresi China yang semakin besar di Laut China Selatan.
China pun memprotes keputusan sosok yang biasa dipanggil Bongbong tersebut.
Saat ini, Indonesia dan kebanyakan negara anggota ASEAN ikut dalam gerakan non-blok, yang tak mendukung secara resmi kekuatan global.
Namun, persaingan antara China dan AS telah merambah kawasan ini.
Kritik terhadap tindakan China di Laut China Selatan, selalu diremehkan di ASEAN.
Negara-negara anggota yang bersekutu dengan China, khususnya Kamboja dan Laos, telah menentang segala celaan atau upaya untuk mengkritik Beijing.
Baca Juga: PBB Ungkap 162 Gedung Sekolah di Gaza Hancur oleh Serangan Langsung Israel
Hanya Filipina, yang hingga saat ini masih menentang keras upaya China mengeklaim kepemilikan Laut China Selatan.
Di bawah kepemimpinan Indonesia, ASEAN tak pernah secara spesifik menyebut China dalam persoalan perairan yang disengketakan tersebut.
Tetapi hanya menggambarkan kekhawatiran secara umum atas agresivitas di perairan tersebut dalam pertemuan tahunan mereka.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.