KABUL, KOMPAS.TV - Taliban telah membebaskan sejumlah staf badan pengungsian PBB (UNHCR) dan dua jurnalis asing yang bekerja dengan organisasi itu. Taliban membebaskan mereka hanya beberapa jam setelah ditangkap di Kabul, Jumat (11/2/2022).
Wakil Menteri Kebudayaan dan Informasi Taliban Zabihullah Mujahid pun mengumumkan alasan penahanan usai pengumuman pembebasan tersebut.
Menurut Mujahid, jurnalis dan staf UNHCR ditahan karena dokumen yang menunjukkan bahwa mereka bekerja untuk UNHCR, tidak lengkap.
Mujahid pun menyampaikan mereka segera dibebaskan begitu identitas mereka berhasil dikonfirmasi.
UNHCR segera merilis pernyataan begitu staf dan dua jurnalis tersebut dibebaskan. Organisasi itu juga menegaskan mereka tetap akan bekerja untuk rakyat Afghanistan.
“Kami lega bisa mengonfirmasi pembebasan dua jurnalis yang bertugas dengan UNHCR dan warga negara Afghanistan yang bekerja dengan mereka di Kabul,” tulis pernyataan UNHCR.
Baca Juga: Taliban Tahan Staf UNHCR dan 2 Wartawan Asing di Kabul
Penangkapan ini tak lama setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memutuskan untuk memblokir setengah dari aset Afghanistan yang dibekukan di AS.
Biden memutuskan bahwa 3,5 miliar dolar AS dari total aset 7 miliar dolar akan diberikan ke keluarga korban tragedi 9/11. Sedangkan 3,5 miliar dolar AS akan dicairkan untuk membantu Afghanistan.
Salah satu jurnalis asing yang sempat ditahan Taliban adalah Andrew North, mantan jurnalis BBC yang sudah bekerja lama di Afghanistan.
Penangkapan North membuat istrinya sempat meminta bantuan secara terbuka. Organisasi perlindungan jurnalis, Committee to Protect Journalist (CPJ) pun turut mengutuk penangkapan itu.
“Taliban harus segera membebaskan Andrew North dan semua jurnalis yang ditahan karena pekerjaannya, dan menghentikan segera perisakan dan penahanan terhadap personel pers,” tulis pernyataan CPJ.
Pada hari yang sama dengan pembebasan jurnalis dan staf UNHCR, aktivis perempuan Parvaneh Ibrahimkhel juga dibebaskan.
Sebelumnya, komunitas internasional menuntut pembebasan Parvaneh dan empat aktivis perempuan lain.
Sejak menguasai Afghanistan pada 2021, Taliban memangkas keterlibatan perempuan di ruang publik secara luas. Perempuan dilarang bekerja di berbagai sektor di luar kesehatan dan pendidikan.
Akses pendidikan untuk perempuan pun dipangkas. Taliban melarang perempuan menempuh pendidikan setelah kelas enam sekolah dasar.
Akan tetapi, Taliban berjanji akan membolehkan sekolah menengah dan perguruan tinggi bagi perempuan seawalnya pada Maret mendatang.
Sejauh ini, ketakutan bahwa Taliban akan kembali menetapkan hukum keras sebagaimana tahun 1996-2001 membuat komunitas internasional enggan mengakui pemerintahannya.
Bantuan internasional dan aset Afghanistan di luar negeri pun dibekukan. Dampaknya, krisis ekonomi menerpa Afghanistan dan jutaan orang terancam kelaparan.
Baca Juga: Presiden AS akan Pecah 7 Miliar Dolar Dana Pemerintah Afghanistan yang Dibekukan dan Berada di AS
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.