"Pertama, pendapatan menurun dari Rp 21,2 triliun tahun 2022 menjadi Rp 15,2 triliun di 2023. Hal ini merupakan pencapaian RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) sebesar 80,5% dan terjadi penurunan 28%," terang Shadiq.
Baca Juga: Erick Thohir Tunjuk Politisi Gerindra Simon Aloysius Mantiri jadi Komut Pertamina Gantikan Ahok
Melihat penurunan kinerja holding BUMN Farmasi tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Amin AK mempertanyakan sinergitas antara tiga BUMN Farmasi.
Ia mengatakan, adanya holding seharusnya meningkatkan efisiensi dan meningkatkan kinerja masing-masing BUMN dengan kerja sama dan sinergi yang dijalin.
"Apakah enggak ada sinergi? Apa enggak tercipta chemistry? Bungkusnya aja holding tapi masih jalan sendiri-sendiri. Malah mungkin bahkan satu ngalor satu ngidul, satu ngetan satu ngulon. Enggak ada sinergi di dalamnya, apakah seperti itu? Tentu ini harus kita kritik," kata Amin pada kesempatan yang sama.
Terlebih, menurut Amin, masa pandemi Covid-19 seharusnya menjadi momentum baik bagi industri farmasi. Sebab, banyaknya permintaan akan obat-obatan yang seharusnya dapat meningkatkan kinerja dan laba perusahaan farmasi.
Baca Juga: Tak Hanya Bansos, Keluarga Pelaku Judi Online Bisa Dapat Pendampingan dan Rehabilitasi
Namun, hal tersebut sayangnya tidak terjadi pada Holding BUMN Farmasi yang ada.
"(Saat pandemi covid) untuk BUMN Farma mestinya ini musim panen raya pak, ada permintaan berbagai macam produk khususnya yang terkait dengan covid ya macem-macem lah. Mestinya kinerja nya meningkat pesat, labanya meningkat pesat, tinggi gitu loh. Tapi yang terjadi kok malah menurun drastis ini di luar apa yang terjadi dengan fraud itu," lanjut Politisi Fraksi PKS ini dikutip dari laman resmi DPR.
Sumber : Kompas.tv, Kompas.com, Kontan.co id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.