JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan gaji pekerja harus mencapai Rp10 juta per bulan agar Indonesia bisa naik kelas menjadi negara maju.
Airlangga bilang, pemerintah menargetkan Indonesia untuk keluar dari zona negara berpenghasilan menengah pada 2045 mendatang.
Untuk menjadi negara maju, kata dia, gaji pekerja per kapita adalah sebesar 10.000 dolar AS atau sekitar Rp150 juta per tahun.
“Berarti minimum income (pendapatan, red) kita itu sekitar Rp10 juta per bulan. Nah ini yang harus dicari sektor industri apa yang bisa membayar salary (gaji, red) di Rp10 juta,” ucap Airlangga, Rabu (11/10/2023).
Baca Juga: Menkes dan Mendagri Susun Standar Tambahan Penghasilan Pegawai untuk Nakes
Pengamat ekonomi cum Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan, dibutuhkan perubahan arah kebijakan ekonomi guna merealisasikan gaji pekerja Indonesia Rp10 juta per bulan.
“Kalau yang dimaksud adalah rata-rata upah maka perlu perubahan besar-besaran arah kebijakan ekonomi,” ucap Bhima, Kamis (12/10/2023).
Pasalnya, target tersebut cukup jauh dari upah rata-rata pekerja saat ini yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) masih berada di angka Rp2,94 juta per bulan.
Belum lagi angka pertumbuhan upah yang tak signifikan. Kenaikan upah dari Februari 2022 ke Februari 2023, hanya sebesar 1,8 persen.
Dari angka pertumbuhan upah ini, kata dia, dapat diperkirakan gaji pekerja Indonesia akan mencapai angka Rp10 juta per bulan pada 2092.
"Dengan pertumbuhan upah rata rata 1,8 persen per tahun, diperkirakan upah pekerja baru mencapai Rp10 juta per bulan pada 2092," papar Bhima.
Jika hendak ‘ngebut’ merealisasikan gaji Rp10 juta per bulan pada 2045, pertumbuhan upah harus digenjot menjadi 6 persen setiap tahunnya.
Baca Juga: Bank Dunia: Indonesia Kembali Masuk Kelompok Negara Berpenghasilan Menengah Atas
Bhima menjelaskan, pemerintah dapat melakukan sejumlah upaya guna meningkatkan kenaikan upah rata-rata sebesar 6 persen. Salah satunya dengan mendorong peningkatan porsi industri manufaktur bernilai tambah dan padat karya.
"Setidaknya porsi industri manufaktur harus ke level 35 persen dari PDB untuk mendorong masyarakat masuk ke sektor formal dengan pendapatan yang lebih tinggi," ujarnya, seperti dikutip dari Kompas.com.
Investasi yang berkualitas, khususnya dari hasil relokasi industri, juga dapat diupayakan. Pemerintah juga harus mendorong peningkatan produksi lahan pertanian.
Baca Juga: Jadi Alumni Citayam Fashion Week, Acil Sempat Cicipi Penghasilan Rp30 Juta, Begini Kabarnya Sekarang
Sayangnya, hal itu akan menemui sejumlah tantangan. Bhima menilai tantangan terbesarnya adalah realisasi investasi yang tidak berkorelasi dengan serapan tenaga kerja baru.
Selain itu, ketergantungan impor pangan yang besar juga menjadi momok tersendiri yang membuat sektor pertanian lemah dan memiliki pendapatan rendah. Belum lagi belanja pemerintah di sektor infrastruktur belum mendukung daya saing.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.