"Jadi politik bebas aktif harus dijaga. Apalagi perang ukraina masih berlanjut. Khawatir ada hambatan dagang yang dibebankan ke Indonesia dari negara seperti AS dan Eropa. Itu konsekuensi bergabung ke BRICS," kata Bhima saat dihubungi Kompas.tv, Rabu (9/8/2023).
Baca Juga: Akankah Kehadiran Jokowi di KTT BRICS Afrika Selatan Menguntungkan Indonesia?
Selain itu, sebenarnya negara-negara anggota BRICS juga sudah ada di forum G20, kemudian ada forum ASEAN Plus juga. Ia menilai Indonesia tidak perlu bergabung dengan terlalu banyak forum kerjasama multilateral, karena sekarang eranya kerjasama bilateral.
"Misalkan Indonesia punya kepentingan dengan China ya tinggal negosiasi langsung ke China, tidak perlu lewat BRICS. Jadi perlu ditimbang matang-matang," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan, ia tidak melihat Jokowi akan membawa Indonesia bergabung ke BRICS dalam waktu dekat ini.
Pasalnya, perlu persiapan dan perencanaan yang matang. Khususnya terkait tujuan dan strategi bergabung dengan BRICS.
Meski begitu, Piter bilang banyak manfaatnya jika Indonesia bergabung dengan BRICS.
Baca Juga: Timnas Indonesia U23 Diterpa Kabar Buruk usai Lolos ke Final Piala AFF U23, Ini Kondisi Bagas Kaffa
"Banyak manfaatnya, terutama terkait dengan meningkatkan daya tawar ketika berhadapan dengan blok Amerika dan Eropa," ucap Piter.
Tapi ada juga dampak negatifnya, yaitu bisa dianggap membangkang oleh Amerika dan Eropa.
"Tetapi hal ini bisa diabaikan kalau koalisi BRICS diyakini solid," sebutnya.
Jika akhirnya Indonesia tidak masuk ke BRICS, hubungan dengan negara-negara anggotanya harus dijaga dengan baik.
"Hubungan dengan BRICS khususnya China dan India sudah terjalin lama. Kerjasama perdagangan utamanya dengan China sudah sangat besar. China adalah partner utama perdagangan dan China juga investor terbesar ke Indonesia," tuturnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.