Kompas TV bisnis kebijakan

Perppu Cipta Kerja Ternyata Hapus Syarat Penting Ini, Impor Pangan Jadi Lebih Mudah

Kompas.tv - 30 Januari 2023, 12:42 WIB
perppu-cipta-kerja-ternyata-hapus-syarat-penting-ini-impor-pangan-jadi-lebih-mudah
Ilustrasi: Pekerja menurunkan beras impor asal Vietnam milik Perum Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Serikat Petani Indonesia (SPI) mengkritik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang menyetarakan pangan impor dengan pangan produksi dalam negeri sebagai sumber pemenuhan kebutuhan nasional. (Sumber: Kompas.tv/Ant)
Penulis : Dina Karina | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Serikat Petani Indonesia (SPI) mengkritik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang menyetarakan pangan impor dengan pangan produksi dalam negeri sebagai sumber pemenuhan kebutuhan nasional. 

Ketua Umum SPI Henry Saragih menyatakan, adanya aturan itu bisa menggerus kemandirian dan kedaulatan pangan nasional di tengah ancaman krisis pangan global.

Mengutip dari laporan Kompas.id, Senin (30/1/2023), Henry menjelaskan Pasal 64 Ayat 1 Perppu Cipta Kerja mengubah Pasal 1 (7) Undang-Undang No 18/2012 tentang Pangan. 

Dalam UU No 18/2012, Henry menyebut jika impor baru bisa dilakukan jika produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional tak cukup. Namun syarat itu tidak terdapat dalam Perppu Ciptaker No 2/2022.


 

Ia memaparkan, UU No 18/2012 dan UU No 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani awalnya terbit setelah krisis pangan dunia pada 2008 dan 2011. Nah, saat ini juga terjadi krisis pangan akibat Perang Rusia-Ukraina, namun malah terbit Perppu No 2/2022 yang justru berpotensi menggerus kedaulatan pangan Indonesia.

Baca Juga: Pengamat IPB: Jelang Petani Panen Raya, Kok Pemerintah Malah Impor Beras? | BTALK

 ”Kami khawatir, impor tetap dijalankan meski keadaan stok pangan dalam negeri cukup,” kata Henry kepada Kompas.id. 

Ia melanjutkan, Pasal 32 Ayat 1 Perppu No 2/2022 juga mengubah Pasal 30 Ayat 1 UU No 19/2013 yang menyatakan, setiap orang dilarang mengimpor komoditas pertanian pada saat ketersediaan dalam negeri mencukupi kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah.

Perppu mengubahnya jadi kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor dengan tetap melindungi kepentingan petani.

Sementara Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia Guntur Subagja berharap, impor benar-benar menjadi pilihan terakhir dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. 

Perlindungan terhadap komoditas pangan yang dapat diproduksi oleh petani di dalam negeri juga harus ditingkatkan. Sebab, langkah importasi justru dapat memengaruhi produktivitas dan produksi dalam negeri.

Baca Juga: Disorot Bisanya Impor Beras Terus, Ini Penjelasan Menteri Perdagangan | BTALK

Suara berbeda datang dari anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi.

Ia berpendapat, Perppu No2/2022 dapat melepaskan ketergantungan produsen pangan dalam negeri pada kebijakan politik yang berpengaruh pada peningkatan produksi dan produktivitas. 

”Penanganan masalah yang tidak mampu dihadapi petani, seperti pembangunan infrastruktur atau perlakuan diskriminatif (dari negara lain), tetap ditangani pemerintah,” katanya.

Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, pemerintah akan mengutamakan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.

 ”Kalau terdapat proyeksi kekurangan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan, kami baru memilih pengadaan dari luar negeri. Rumusnya, produksi dalam negeri nomor satu,” ujarnya.

Baca Juga: Mendag akan Perketat Regulasi Impor Vape, Alat Penunjangnya, hingga Tembakau Lewat Pajak

Penetapan Perppu No 2/2022 juga berkaitan dengan kekalahan Indonesia dalam kasus perizinan impor hortikultura, hewan ternak, dan produk ternak di tingkat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Kasus itu diajukan oleh Selandia Baru dan Amerika Serikat serta didukung oleh Australia, Brasil, Kanada, China, Uni Eropa, India, Jepang, Norwegia, Paraguay, Singapura, Taiwan, Argentina, Korea Selatan, dan Thailand.

Pada 17 Januari 2023, Indonesia memberikan notifikasi pada WTO yang menyatakan Perppu No 2/2022 merupakan upaya untuk memenuhi tuntutan negara-negara yang mempersoalkan kebijakan impor.

 Dalam notifikasi itu, Indonesia menyatakan telah mengubah regulasi untuk menjawab 17 poin keberatan yang berkaitan dengan pembatasan impor saat periode panen, persyaratan realisasi impor, harga referensi, dan persyaratan pembelian produk dalam negeri.

Menurut Guntur, pemerintah perlu menyikapi sengketa dagang di WTO dengan tetap mengutamakan kepentingan petani dalam negeri. ”Pemerintah saja bisa membela mati-matian komoditas lain yang juga kalah di WTO, seperti nikel,” katanya.

Dalam perdagangan bebas, kata Guntur, pemerintah seharusnya tidak gentar dalam mementingkan produk dalam negeri. Apalagi, pandemi Covid-19 telah membuktikan, mekanisme impor tidak efektif dalam memenuhi kebutuhan impor di tengah krisis.




Sumber : kompas.id




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x