Baca Juga: Disorot Bisanya Impor Beras Terus, Ini Penjelasan Menteri Perdagangan | BTALK
Suara berbeda datang dari anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi.
Ia berpendapat, Perppu No2/2022 dapat melepaskan ketergantungan produsen pangan dalam negeri pada kebijakan politik yang berpengaruh pada peningkatan produksi dan produktivitas.
”Penanganan masalah yang tidak mampu dihadapi petani, seperti pembangunan infrastruktur atau perlakuan diskriminatif (dari negara lain), tetap ditangani pemerintah,” katanya.
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, pemerintah akan mengutamakan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
”Kalau terdapat proyeksi kekurangan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan, kami baru memilih pengadaan dari luar negeri. Rumusnya, produksi dalam negeri nomor satu,” ujarnya.
Baca Juga: Mendag akan Perketat Regulasi Impor Vape, Alat Penunjangnya, hingga Tembakau Lewat Pajak
Penetapan Perppu No 2/2022 juga berkaitan dengan kekalahan Indonesia dalam kasus perizinan impor hortikultura, hewan ternak, dan produk ternak di tingkat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Kasus itu diajukan oleh Selandia Baru dan Amerika Serikat serta didukung oleh Australia, Brasil, Kanada, China, Uni Eropa, India, Jepang, Norwegia, Paraguay, Singapura, Taiwan, Argentina, Korea Selatan, dan Thailand.
Pada 17 Januari 2023, Indonesia memberikan notifikasi pada WTO yang menyatakan Perppu No 2/2022 merupakan upaya untuk memenuhi tuntutan negara-negara yang mempersoalkan kebijakan impor.
Dalam notifikasi itu, Indonesia menyatakan telah mengubah regulasi untuk menjawab 17 poin keberatan yang berkaitan dengan pembatasan impor saat periode panen, persyaratan realisasi impor, harga referensi, dan persyaratan pembelian produk dalam negeri.
Menurut Guntur, pemerintah perlu menyikapi sengketa dagang di WTO dengan tetap mengutamakan kepentingan petani dalam negeri. ”Pemerintah saja bisa membela mati-matian komoditas lain yang juga kalah di WTO, seperti nikel,” katanya.
Dalam perdagangan bebas, kata Guntur, pemerintah seharusnya tidak gentar dalam mementingkan produk dalam negeri. Apalagi, pandemi Covid-19 telah membuktikan, mekanisme impor tidak efektif dalam memenuhi kebutuhan impor di tengah krisis.
Sumber : kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.