Kompas TV bisnis kebijakan

Kemenkes Pesan Obat Gagal Ginjal Akut dari Amerika dan Jepang, Selain dari Singapura dan Australia

Kompas.tv - 25 Oktober 2022, 10:37 WIB
kemenkes-pesan-obat-gagal-ginjal-akut-dari-amerika-dan-jepang-selain-dari-singapura-dan-australia
Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Kepala BPOM menyampaikan keterangan pers usai mengikuti rapat yang dipimpin oleh Presiden Jokowi, di Istana Kepresidenan Bogor, Jabar, Senin (24/10/2022). (Sumber: Dok. Setkab)
Penulis : Dina Karina | Editor : Iman Firdaus

BOGOR, KOMPAS.TV- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, pemerintah akan  terus berupaya untuk mendatangkan obat Fomepizole untuk pasien gangguan ginjal akut.

Selain Singapura dan Australia, saat ini Kemenkes sedang dalam proses untuk membeli obat tersebut dari Amerika Serikat dan Jepang. 

“Kita sudah menerima 20 vial dari Singapura, kita menunggu mungkin dari Australia akan masuk 16 lagi, either malam malam ini atau besok pagi. Kita sedang proses untuk beli dari Amerika, mereka punya stok enggak terlampau banyak di sana, kita juga sekarang sedang dalam proses untuk beli dari Jepang, stoknya sekitar 2.000-an,” kata Budi usai bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor, dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Senin (24/10/2022). 

Menkes menambahkan, pihaknya akan mempercepat kedatangan obat Fomepizole tersebut yang terbukti berdampak positif pada pasien gangguan ginjal akut.

Baca Juga: YLKI Desak Pembentukan Tim Investigasi Independen Kasus Gagal Ginjal Akut

“Dari 10 pasien yang diberikan obat ini 7 sudah pulih kembali, sehingga kita bisa simpulkan bahwa obat ini memberikan dampak positif dan kita akan percepat kedatangannya di Indonesia sehingga 245 yang masuk dan mungkin akan masih agak bertambah sedikit, itu kita bisa obati dengan baik,” tuturnya.

Budi mengatakan, ia diminta oleh Presiden Jokowi untuk melindungi masyarakat dari obat-obat yang terpapar senyawa kimia berbahya yang diduga memicu gangguan ginjal akut.

“Di hari Minggu kemarin, Bapak Presiden khusus menelepon kami untuk memastikan bahwa masyarakat itu dilindungi dari obat-obatan yang ada. Jadi prioritas dari Bapak Presiden adalah memastikan bahwa seluruh masyarakat bisa terlindungi dari obat-obatan ini,” ujar Menkes.

Hingga saat ini kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal atau acute kidney injuries (AKI) pada anak di tanah air mencapai 245 kasus yang terjadi di 26 provinsi. Delapan puluh persen kasus terjadi di delapan provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten, dan Sumatera Utara.

Baca Juga: Obat Gagal Ginjal Bantuan Australia-Singapura Sudah Sampai di RI, Harganya Rp16 Juta untuk 1 Orang

“Fatality rate atau yang meninggal persentasenya dari jumlah kasus 245 ini cukup tinggi, yaitu 141 atau 57,6 persen,” ucapnya. 

Berdasarkan analisa toksikologi pasien, penyelidikan terhadap obat-obatan yang dikonsumsi pasien, serta referensi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Menkes menyampaikan, sangat besar kemungkinan pasien yang menderita AKI terpapar senyawa kimia berbahaya dari obat sirop yang diminum. 

Sebelumnya, WHO pada tanggal 5 Oktober telah mengeluarkan peringatan atas 4 obat sirop dengan kandungan etilen glikol di Gambia, yang dicurigai berkaitan dengan meninggalnya 66 anak dengan gagal ginjal akut.

“Jadi berdasarkan rilis dari WHO, adanya zat kimia di pasien, bukti biobsi yang menunjukkan kerusakan ginjalnya karena zat kimia ini, dan keempat adanya zat kimia ini di obat-obatan yang ada di rumah pasien, kita menyimpulkan bahwa benar penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran atau impurities dari pelarut ini,” tutur Budi. 

Baca Juga: Guru Besar UGM soal Penyebab Gagal Ginjal: Perubahan Bahan Baku, Salah Penyimpanan, Salah Produksi

Berdasarkan temuan tersebut, Kemenkes melakukan langkah konservatif dengan menerbitkan edaran yang meminta apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirop kepada masyarakat. 

Kemenkes juga meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirop, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.

“Sejak kita berhentikan, itu sudah kita amati penurunan yang drastis dari pasien baru masuk ke rumah sakit. Jadi kalau tadinya RSCM itu penuh, satu tempat tidur ICU anak itu bisa diisi dua atau tiga, sekarang penambahan barunya sejak kita larang itu turun drastis pasien barunya,” ucapnya. 

Kemenkes juga telah mengizinkan tenaga kesehatan meresepkan 156 obat sirup yang aman dari zat cemaran berbahaya, sesuai dengan pengujian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 

Baca Juga: Punya Industri Farmasi Besar, India Jadi 'Apotek Dunia Ketiga', Kini Terancam gegara Kasus Gambia

Selain itu, Kemenkes juga memperbolehkan penggunaan obat dalam bentuk sirop untuk sejumlah penyakit kritis sesuai dengan resep dokter.

“Kita sudah bicara dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, ada beberapa obat-obatan memang yang sifatnya sirop tapi dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit kritis, seperti epilepsi dan lain sebagainya," kata Budi. 

"Ini kalau dilarang anaknya bisa menderita atau meninggal gara-gara penyakit yang lain. Sehingga dengan demikian untuk obat-obat sirop yang gunanya untuk menangani penyakit kritis itu kita perbolehkan tapi harus dengan resep dokter,” lanjutnya. 




Sumber :




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x