Baca Juga: Jokowi: Perang Rusia-Ukraina akan Lama, 19.600 Orang Mati Kelaparan Setiap Hari
Investor juga akan mencari instrumen investasi yang lebih aman. Untuk investasi langsung, juga akan terpengaruh karena tingkat konsumsi di Indonesia akan menurun. Sehingga rencana bisnis pelaku usaha juga berubah.
Bhima juga menyoroti kenaikan bunga acuan BI serta proyeksi kenaikan bunga acuan lanjutan.
"Kalau naik secara agresif untuk mengendalikan inflasi, pertumbuhan pinjaman untuk sektor produksi akan melemah. Hal itu bisa mengganggu investasi langsung," sebutnya.
Belum lagi tahun 2023 yang sudah merupakan tahun politik. Pengusaha cenderung menahan ekspansi bisnisnya untuk menghindari risiko tahun politik.
Menurut Bhima, seharusnya pemerintah menambah subsidi energi untuk menjaga harga BBM, bukannya malah menaikannya. Kemudian, pajak pertambahan nilai (PPN) diturunkan dari 11 persen, menjadi 7-8 persen.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Anjlok ke Level Terendah dalam 9 Bulan Terakhir, Tertekan Penguatan Dollar AS
"Agar ada relaksasi konsumsi masyarakat, bukannya pajaknya semakin mengejar khususnya kelas menengah," ucap Bhima.
Ia juga menyarankan agar pemerintah memberikan lagi insentif di sektor perumahan, seperti penambahan rumah subsidi atau subsidi uang muka. Sehingga sektor properti tidak terdampak terlalu tinggi dari kenaikan suku bunga.
Yang tak kalah penting, pemerintah juga harus mengawasi perbankan yang rentan terdampak resesi ekonomi global. Begitu juga dengan konglomerasi keuangan di Indonesia harus diawasi.
"Ada resesi secara global efeknya gagal bayar di sektor keuangan jadi protokol krisis nya juga harus segera dinyalakan," ujarnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.