JAKARTA, KOMPAS.TV – BBC melaporkan adanya kemungkinan pandemi baru yang disebabkan oleh virus Nipah. Virus ini dibawa oleh kelelawar buah, yang merupakan inang alaminya.
"Ini sangat mengkhawatirkan karena belum ada obatnya... dan tingkat kematian yang disebabkan virus ini tinggi," kata Wacharapluesadee. Tingkat kematian virus Nipah berkisar antara 40 hingga 75 persen, tergantung lokasi terjadinya wabah.
Baca Juga: Virus Nipah: Apakah Bakal jadi Pandemi Selanjutnya?
Lalu bagaimana virus Nipah tersebut bisa menjangkiti manusia?
Manusia bisa terpapar virus Nipah melalui kontak dengan kelelawar yang setiap interaksinya dapat dianggap sebagai “interaksi berisiko tinggi”.
Menurut Veasna Duong, kepala unit virologi di laboratorium penelitian Institut Pasteur di Phnom Penh dan kolega Wacharapluesadee. Itu berarti, lompatan penyakit ke manusia sangatlah mungkin.
"Paparan seperti ini dapat menyebabkan virus bermutasi, yang dapat menyebabkan pandemi," kata Duong.
Duong juga memberikan contoh banyaknya interaksi manusia dengan kelelawar di daratan Asia.
Pasar Battambang yang berada di Sungai Sangkae di barat laut Kamboja. Ribuan kelelawar buah yang menjadi inang virus Nipah hinggap dengan bebas di pepohonan sekitar pasar.
Kelelawar tersebut juga berak dan kencing pada apapun yang lewat di bawahnya. Bila diamati lebih teliti, atap kios-kios di pasar penuh dengan kotoran kelelawar.
"Manusia dan anjing liar berjalan di bawah sarang-sarang, terpapar urine kelelawar setiap hari," kata Duong.
Kontak manusia dengan kelewar juga tidak hanya terjadi di pasar, bahkan lokasi turis seperti Angkor Wat.
"Kami mengamati [kelelawar buah] di sini dan di Thailand, di pasar-pasar, tempat ibadah, sekolah, dan lokasi turis seperti Angkor Wat - ada sarang besar kelelawar di sana," ujarnya.
Angkor Wat jadi salah satu destinasi yang dikunjungi hingga 2,6 juta orang setiap tahun. Berarti ada 2,6 juta kesempatan virus Nipah untuk melompat dari kelelawar ke manusia setiap tahun hanya dari satu lokasi.
Selain itu banyak orang yang tidak tahu bagaimana bahanya kontak dengan kelelawar. Bahkan di Kamboja, kotoran kelelawar atau yang biasa disebut guano, populer sebagai bahan pupuk di Kamboka dan Thailand.
"Enam puluh persen orang yang kami wawancarai tidak tahu bahwa kelelawar dapat menularkan penyakit. Pengetahuan mereka masih kurang," kata Duong.
Ia percaya bahwa edukasi warga setempat akan ancaman yang dibawa kelelawar perlu dilakukan.
Namun, memang tidak semudah itu untuk menghindari kontak manusia dengan kelelawar. Dalam jurnal yang ditulis Rebekah J White dan Orly Razgour tentang penyakit zoonotic emerging yang diterbitkan Universitas Exeter pada 2020 memaparkan bahwa penyebaran pathogen (zoonitik) ini dan resiko transmisi bertampah cepat dengan perubahan penggunaan lahan seperti penggundulan hutan, urbanisasi dan intensifikasi pertanian.
Apalagi 60% populasi dunia tinggal di Asia Pasifik, dan urbanisasi terus berlangsung cepat. Data dari Bank Dunia, hampir 200 juta orang pindah ke wilayah perkotaan di Asia Timur antara tahun 2000 dan 2010.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.