CIREBON, KOMPAS.TV – Program “Makmur” yang dikembangkan sejumlah petani di Desa Leuwidingding, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, membuahkan hasil.
Hasil panen 60 hektare sawah pada musim tanam ketiga di musim kemarau tahun 2024, melimpah ruah. Ekosistem pertanian yang berkesinambungan dari hulu ke hilir ini, menjadi jawaban atas ancaman perubahan iklim serta krisis pangan di masa mendatang.
Momen kebahagiaan para petani itu terekam dalam kegiatan panen raya “Safari Makmur” yang berlangsung pada Jumat (29/11/2024) siang pekan lalu.
Sebagian besar petani bersama petugas Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, PT Pupuk Indonesia, PLN, Bank Indonesia, Bulog, serta masyarakat luas, tumpah ruah di area persawahan Desa Leuwidingding.
Adalah Saefudin, salah satu sosok yang berada di balik keberhasilan ini. Di tengah keriuhan itu, petani muda yang masih berusia 25 tahun itu menyebut keberhasilan ini berkat penerapan pola pertanian dengan program Mari Kita Majukan Usaha Rakyat atau “Makmur”.
Dia meninggalkan cara bertani “konservatif” dengan mengembangkan ekosistem pertanian yang berkesinambungan berbasis teknologi listrik.
Saefudin, yang menjadi Ketua Kelompok Tani Tunas Harapan mengungkapkan, dirinya serta para petani tidak asal tanam padi, melainkan melakukan serangkaian perawatan sejak hulu yakni saat sebelum penanaman, selama perawatan, hingga hilir yakni pada saat selesai panen.
Penerapan program ini dimulai dari tahap pertama yakni uji kandungan Potential Hydrogen (pH) untuk memastikan tingkat keasaman atau kebasahan tanah.
Mereka dibantu tim uji tanah Pupuk Indonesia untuk mendapatkan angka sesuai yang dibutuhkan yakni kadar pH 7 demi memaksimalkan hasil pertanian.
“Kalau program Makmur, kita dicek dulu tanahnya, ada uji tanah untuk memastikan jumlah pH-nya berapa. Rata-rata di sini kan masih 7, berarti masih bagus. Kalau gak masuk, kurang dari tujuh, kita harus olah lahan dulu, dikasih kapur, pupuk, atau apa gitu,” kata Saefudin saat ditemui Kompas.tv pada Jumat (29/11/2024) siang.
Pria yang menjabat Ketua Kelompok Tani Milenial ini juga menyebut, dirinya bersama sekitar 80 petani di Desa Leuwidingding, tak lagi bergantung sepenuhnya pada pupuk bersubsidi.
Mereka menggantinya secara bertahap dengan pupuk nonsubsidi. Pergeseran ini dilakukan setelah uji coba berulang kali yang ternyata menghasilkan percepatan pertumbuhan dan kesehatan tanaman padi secara maksimal.
Di lokasi tersebut, Saefudin menunjukan hasil panen yang menggunakan pupuk nonsubsidi. Tanaman padi memiliki bulir yang penuh, segar, dan anakan banyak hingga membuat bobot berat.
Kondisi padi yang sehat ini, kata pria yang akrab disapa Aep itu, jarang ditemui bila menggunakan pupuk subsidi sepenuhnya. Tangkai tanaman padi relatif lebih kering, anakannya sedikit, rentan terserang kresek (penyakit/ hama).
Aep mengakui, harga pupuk nonsubsidi relatif lebih mahal, namun kandungan, manfaat, serta takaran penggunaannya jauh lebih efektif. Contohnya, untuk merawat padi seluas setengah hektare, Aep menggunakan sekitar satu kuintal pupuk nonsubsidi seharga Rp1 juta.
Sebelumnya, Aep menggunakan dua hingga tiga kuintal pupuk subdisi seharga Rp240.000 per satu kuintal.
Selama masa musim tanam ketiga di musim kemarau ini, Aep sudah tidak menggunakan diesel BBM, melainkan pompa listrik dari Bank Indonesia dan PLN.
Dia tidak lagi kesulitan air, seperti musim tanam tiga di akhir tahun 2023 lalu yang membuat mayoritas petani merugi. Penggunaan pompa listrik juga sangat menghemat biaya produksi para petani, dan tentunya lebih ramah lingkungan.
“Perbedaanya kalau pakai diesel, petani beli BBM Rp12.000 per jam atau Rp120.000 untuk 10 jam pengairan sawah. Sementara kalau pakai listrik Rp3.000 per jam atau cukup 5 jam pengairan. Berarti hanya Rp15.000 untuk membeli token,” kata Aep.
Dengan pompa listrik, Aep hanya mengeluarkan biaya pengairan sekitar Rp540.000 dalam satu musim tanam, dari yang biasanya menghabiskan biaya Rp3.600.000 untuk pembelian BBM.
Aryono (53), anggota Kelompok Tani Tunas Harapan, mengaku sempat kaget saat kali pertama menggunakan pupuk nonsubsidi.
Dia yang terbiasa bertani seadaanya dengan mengandalkan sepenuhnya pupuk subsidi, melihat selisih pengeluaran cukup tinggi. Namun, Aryono akhirnya menyadari setelah mendapatkan hasil panen beberapa tahun terakhir.
Aryono sekarang mendapatkan enam ton dari sebelumnya empat ton dari satu hektare lahan sawahnya. Padi yang didapat dari program Makmur, dengan proses uji tanah, masa perawatan, serta penggunaan pupuk nonsubsidi, membuat Aryono untung berkali lipat.
“Dari empat ton tuh, sekarang enam ton, masalah harga gak bohongin hasil. Pakai nonsubsidi juga sebetulnya irit. Jumlah yang biasa dipakai per hektare 6 kuintal pupuk subsidi. Ternyata pakai nonsubsidi 4 kuintal juga cukup, hasilnya juga lebih bagus,” kata dia.
Yang membuat Aryono dan petani setempat bahagia dan tenang adalah kepastian penyerapan.
Padi yang telah dipanen, langsung dibeli Bulog melalui pabrik penggilingan yang bermitra. Saat ini, gabah kering giling milik para petani dibeli seharga Rp7.400 per kilogram. Aryono menilai harga tersebut cukup untuk ongkos produksi dan sesuai dengan harga pasaran.
Kamaludin, Sekretaris Desa Leuwidingding, menyebut jumlah hasil pertanian pada musim tanam ketiga di musim kemarau 2024, meningkat drastis.
Dari total luas area lahan 60 hektare pertanian, petani panen sekitar 360 ton padi. Pada momen yang sama di tahun 2023, petani mendapatkan kurang dari 100 ton dari luas 30 hektare area yang ditanam.
Sulitnya pasokan air karena kemarau menjadi salah satu penyebab utama gagal panen.
“Hasil panen musim kemarau sekarang, luar biasa, sejak pompa listrik dipasang, petani gak takut lagi kekeringan. Yang sebelumnya hanya 60 persen, sekarang hampir 100 persen tanam semua, dan hasilnya melimpah rata-rata 5-6 ton, sekitar 360 ton dari total 60 hektare. Jauh sama tahun kemarin, 100 ton juga kurang, yang tanam hanya 30 hektare, sulit air,” kata Kamaludin saat ditemui Kompas.tv di lokasi.
Dalam pertemuan tersebut, Kamaludin secara lantang meminta kepada pemerintah untuk memperbanyak dan memperluas program serupa pada sawah di desa sekitar. Efektivitas dan keberhasilan pertanian ini membuat banyak kelompok tani ingin menerapkan hal serupa.
"Saya tidak ingin bertanya, tetapi saya meminta kepada pemerintah untuk segera memperluas program ini, saya banyak didatangi petani dan pemdes desa lain yang ingin merasakan keberhasilan ini," kata Kamaludin disambut riuh hadirin.
Tri Wahyudi Saleh, Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia menyampaikan, program "Makmur" adalah bentuk kolaborasi multistakeholder untuk mewujudkan ketahanan pangan Indonesia.
Pupuk Indonesia bersama Kementerian BUMN menciptakan ekosistem pertanian yang menyeluruh hulu ke hilir.
Ada banyak pihak yang berkontribusi aktif, yakni PLN yang mengaliri jaringan listrik ke sawah, Bank Indonesia yang memberi 20 unit pompa listrik, Pupuk Indonesia menyediakan pupuk subsidi dan nonsubsidi, dan tentunya Bulog yang menyerap hasil panen para petani.
Kerja kolaborasi di musim ketiga pada musim kemarau ini terbukti menghemat biaya produksi petani dan menghasilkan keuntungan berkali lipat.
“Teman-teman bisa lihat di sini, dengan menggunakan program 'Makmur', ada juga teknologi irigasi listrik, ada peningkatan cukup signifikan dari 5 menjadi 7-8 ton. Pendapatan juga besar Rp19,6 juta menjadi Rp33 juta per musim panen,” kata Tri usai panen raya di Desa Leuwidingding pada Jumat (29/11/2024) siang.
Sejak Januari hingga Oktober 2024, program "Makmur" telah sukses memberdayakan lebih dari 152.802 petani dan mencakup 394.198 hektare lahan pertanian di seluruh Indonesia.
Sementara itu, di wilayah Jawa Barat, program "Makmur" juga telah berhasil merealisasikan 59.869 hektare lahan dan sebesar 45.425 hektare di antaranya khusus komoditas padi.
Melalui Safari Makmur, Tri menyebut, Pupuk Indonesia menyediakan layanan one-stop solution bagi petani dan pemanfaatan teknologi PreciRice, atau teknologi pemupukan presisi berbasis drone untuk komoditas padi.
Metode PreciRice memiliki manfaat seperti peningkatan akurasi pemupukan dan peningkatan nutrisi tanaman, serta mengurangi risiko gagal panen.
Pupuk Indonesia juga telah merealisasikan pupuk subsidi mencapai 6,6 juta ton dari kontrak 7,54 ton di tahun 2024.
Dengan rincian, urea sebanyak 3.361.040 ton, NPK sebanyak 3.210.755 ton, pupuk organik petroganik 38.219 ton.
Sementara addendum kontrak Pupuk Indonesia dengan Kementerian Pertanian rinciannya urea 3,621,860 ton, NPK 3.419.661 ton.
“Sampai dengan Kamis (28/11/2024), realisasi pupuk bersubsidi sudah mencapai 6,6 juta ton. Ini sudah 87,7 persen dari kontrak kami dengan Kementerian Pertanian 7,54 juta ton,” tambah Tri.
Zuryati Simbolon, Asisten Deputi Bidang Pangan dan Pupuk Kementerian BUMN menyampaikan, petani Indonesia membutuhkan ekosistem pertanian yang berkesinambungan dan berkelanjutan.
Ekosistem itu harus dilakukan dari hulu ke hilir. Melalui program "Makmur", petani mendapatkan akses pembinaan, pembiayaan modal, agri input, pertanian yang tepat, hingga kepastian penyerapan dari Bulog.
Tahun 2025, pihaknya menargetkan 500 ribu hektare pertanian dengan program "Makmur" dengan melibatkan lebih dari 200 ribu petani untuk mencapai program swasembada pangan nasional.
“Di program 'Makmur', banyak komoditasnya, ada jagung, tebu, sawit, dan kopi. Tapi di tahun 2025, kita akan lebih memfokuskan padi. Jadi, kami harap dapat memenuhi kebutuhan beras serta mewujudkan swasembada pangan yang menjadi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto,” kata Zuryati.
(Muhamad Syahri Ramdoni, Kompas TV Cirebon)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.