YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Sebagai seniman lintas zaman, Djoko Pekik telah mengalami aneka dinamika dan tantangan, dari era Soekarno hingga reformasi, lalu kini masa pandemi.
Pengalaman panjang berpuluh tahun tersebut terbukti kian meneguhkan kehadirannya sebagai salah satu pelukis maestro Indonesia yang elan kreatifnya tak lekang oleh waktu.
Setelah sempat menghadirkan lukisan yang menggambarkan gelombang pandemi di event ArtJog 2020 lalu, kini Djoko Pekik (85) akan memamerkan karya-karya terbarunya yang juga merespons situasi pandemi Covid-19.
Meskipun terdampak pandemi, sebagaimana kebanyakan para perupa dan masyarakat umumnya, bukan berarti Djoko Pekik berhenti berkarya. Ia justru menjadikan situasi dan momentum pandemi ini untuk menciptakan karya-karya baru.
Pameran dilaksanakan di Bentara Budaya Yogyakarta, pembukaan dijadwalkan pada Sabtu, 26 Maret 2022, pukul 19.00 WIB, dan berlangsung hingga 31 Maret 2022.
Baca Juga: Mengenang 100 Hari Kepergian Seniman Ipong Purnama Sidhi, Bentara Budaya Pamerkan Lukisan Terpilih
Djoko Pekik, kelahiran Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah, tahun 1937, melukis sejak tinggal di Yogyakarta sebagai mahasiswa ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia). Ia juga aktif berkegiatan di Sanggar Bumi Tarung, Yogyakarta, bersama Amrus Natalsya, Isa Hasanda dan Misbach Tamrin.
Setelah sempat vakum dari dunia seni rupa selama sekian waktu, Djoko Pekik kembali berpameran pada tahun 1990 di Edwin Galeri, Jakarta. Disusul kemudian berbagai pameran lainnya, termasuk pameran tunggal “Zaman Edan Kesurupan” di Galeri Nasional (2013).
Eksibisi di Bentara Budaya Yogyakarta kali ini terbilang istimewa, mengingat sebelumnya Djoko Pekik juga pernah menggelar pameran penting dan bersejarah di tempat yang sama.
Peristiwa pada 16 Agustus 1998 tersebut hanya memamerkan satu buah karya, yakni “Berburu Celeng” dan berlangsung selama satu hari saja.
“Pameran Gelombang” Djoko Pekik berpameran lagi di Bentara Budaya Yogyakarta, ini menandai babak baru bagi Djoko Pekik yang kini berusia 85 tahun.
Pelukis yang terkenal dengan “Berburu Celeng” ini di masa pandemi berburu dengan waktu untuk melukiskan suasana hidup masyarakat yang tengah goyah, namun di kegoyahan itu masyarakat berusaha untuk terus melanjutkan hidup.
Hidup harus terus berjalan, dan waktu tidak akan pernah kembali. Djoko Pekik melukiskan situasi saat ini lewat goresan kanvasnya, tangan sang maestro memang tidak akan berhenti untuk melukis.
Pameran 25 karya kali ini akan disertai dengan peluncuran buku. Sebuah buku yang berjudul “Djokopekik Berburu Celeng”, berisi lukisan-lukisan Pekik.
Di antara keluh kesah akan kehidupan setelah adanya pandemi Covid-19, Djoko Pekik tidak larut di suasana tersebut, seperti namanya “Pekik”, pameran kali ini merupakan pekik dari hati Djoko Pekik.
Baca Juga: Pameran Revolusi Kemerdekaan dari Kacamata Indonesia, Digelar Museum Nasional Belanda Rijksmuseum
Lukisan “Berburu Celeng” merupakan hasil renungan panjang Djoko Pekik, termasuk saat dirinya ditahan selama beberapa tahun akibat perubahan politik seputar tahun 1966. Lukisan tersebut merupakan salah satu dari trilogi lukisan Celeng karya Djoko Pekik yang monumental.
Dua lukisan lain masing-masing “Susu Raja Celeng” (1996), serta “Tanpa Bunga dan Telegram Duka” (1999).
Adapun pameran ini dimaknai pula dengan peluncuran buku seni rupa yang berisi lukisan-lukisan Djoko Pekik yang telah disusun sejak tahun 2013, dengan judul “Berburu Celeng” diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.