MADIUN, KOMPAS.TV - Warga Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Madiun bisa meraup untung besar dari budidaya tanaman porang.
Padahal, awalnya porang adalah tanaman liar.
Tanaman ini menguntungkan warga karena masyarakat kerap mencari porang untuk konsumsi, pembuatan lem organik, penjernih air, sampai jadi salah satu bahan pembuatan komponen pesawat.
Nilai jual tinggi porang terletak di umbi-nya.
Umbi porang mengandung Glucomannan dan kalsium yang tinggi.
Baca Juga: Raup Rp3 Miliar dalam Waktu Kurang dari 2 Tahun dengan Budidaya Tanaman Porang, Begini Caranya
Kepala Desa Durenan bernama Purnama (50) mengaku meraup untung besar dari kebun porang seluas 2,8 hektare.
Di lahan itu, ia menanam hingga 38 ribu batang pohon porang.
"Ini sudah ditawar Rp 825 juta, tetapi saya minta Rp 1,2 miliar. Perkiraan ada sekitar 38.000 pohon. Kalau satu pohon bisa menghasilkan 4 kg dan saat ini harga per kilo Rp 10.000, semua bisa laku 1,5 miliar," ujar Purnama, dilansir dari Surya.co.id.
Purnama menuturkan, budidaya porang relatif mudah.
Meski begitu, ia membutuhkan modal cukup besar untuk membeli bibit porang.
Menurutnya, kebun porang seluas satu hektare membutuhkan modal sekira Rp55 juta hingga Rp60 juta untuk bibit saja.
Meski begitu, Purnama menyebut petani porang bisa meraup Rp300 juta lebih dari hasil panen porang.
"Bahkan sebelah rumah saya, ia beli bibit Rp 12 juta, ketika panen dijual laku Rp 55 juta," beber Purnama.
Ia sendiri mengaku telah menikmati hasilnya.
Purnama mengaku bisa membeli dua unit mobil dan lima motor serta membangun rumah dari hasil bertani porang.
Baca Juga: Umbi Porang Asal Balangan Tembus Pasar Internasional, 5 Bulan Ditarget Ekspor 100 Ton ke Jepang
Petani porang lainnya yang juga warga Durenan bernama Mujiono (56) juga mengakui hal itu.
Mujiono menuturkan, ia telah mulai membudidayakan porang sejak 27 tahun lalu.
Saat itu, porang masih dianggap sebagai tanaman liar yang tak bernilai.
Namun, kata Mujiono, keadaan itu berubah dalam jangka waktu 10 tahun.
Porang mulai jadi incaran dan bisa memberi keuntungan bagi petani.
"Saya sudah menanam porang sejak 1994, waktu itu harganya masih Rp 2.000 per Kg," tuturnya mengenang.
Saat itu, Mujiono mulai bertani porang dengan modal keringat dan tekad.
Ia mencari bibit porang langsung dari lereng gunung Wilis di dekat desanya.
"Modalnya nggak ada, bibitnya saya cari langsung di hutan," ucapnya.
Mujiono pun menanam bibit porang itu di lahan seluas 2 are atau 200 meter persegi.
Saat ini, lahan miliknya telah berisi 4,9 ribu batang porang.
Luas lahan Mujiono pun bertambah.
Baca Juga: Sukses Dibudidaya Di Sidrap, Porang Jadi Magnet Pertanian Sulsel
"Mulai 2015, setiap kali panen saya bisa mendapatkan Rp 35 hingga Rp 36 juta," ujar Mujiono.
Dari hasil bercocok tanam porang itu, Mujiono bisa membeli tanah dan biaya sekolah anak.
"Uangnya saya belikan tanah. Sekarang sudah punya delapan bidang tanah. Saya tanami porang semua. Sebagian uang itu saya pakai untuk membangun rumah," pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.