Baca Juga: Umbi Porang Asal Balangan Tembus Pasar Internasional, 5 Bulan Ditarget Ekspor 100 Ton ke Jepang
Petani porang lainnya yang juga warga Durenan bernama Mujiono (56) juga mengakui hal itu.
Mujiono menuturkan, ia telah mulai membudidayakan porang sejak 27 tahun lalu.
Saat itu, porang masih dianggap sebagai tanaman liar yang tak bernilai.
Namun, kata Mujiono, keadaan itu berubah dalam jangka waktu 10 tahun.
Porang mulai jadi incaran dan bisa memberi keuntungan bagi petani.
"Saya sudah menanam porang sejak 1994, waktu itu harganya masih Rp 2.000 per Kg," tuturnya mengenang.
Saat itu, Mujiono mulai bertani porang dengan modal keringat dan tekad.
Ia mencari bibit porang langsung dari lereng gunung Wilis di dekat desanya.
"Modalnya nggak ada, bibitnya saya cari langsung di hutan," ucapnya.
Mujiono pun menanam bibit porang itu di lahan seluas 2 are atau 200 meter persegi.
Saat ini, lahan miliknya telah berisi 4,9 ribu batang porang.
Luas lahan Mujiono pun bertambah.
Baca Juga: Sukses Dibudidaya Di Sidrap, Porang Jadi Magnet Pertanian Sulsel
"Mulai 2015, setiap kali panen saya bisa mendapatkan Rp 35 hingga Rp 36 juta," ujar Mujiono.
Dari hasil bercocok tanam porang itu, Mujiono bisa membeli tanah dan biaya sekolah anak.
"Uangnya saya belikan tanah. Sekarang sudah punya delapan bidang tanah. Saya tanami porang semua. Sebagian uang itu saya pakai untuk membangun rumah," pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.