Kompas TV pendidikan beasiswa

Gagal Kuliah Kedokteran di China, Santri Asal Sulbar Ini Diterima Kuliah di AS

Kompas.tv - 25 Agustus 2023, 03:00 WIB
gagal-kuliah-kedokteran-di-china-santri-asal-sulbar-ini-diterima-kuliah-di-as
Rahmat, peraih beasiswa MOSMA Kemenag untuk kuliah di Amerika
(Sumber:Humas Kemenag -)
Penulis : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Ketika satu pintu tertutup, maka dengan usaha dan doa, pintu lain akan terbuka. Tampaknya pepatah itu berlaku bagi Rahmat, santri asal Dusun Lombongan, sebuah dusun terpencil di bagian selatan Provinsi Sulawesi Barat.     

Rahmat, yang biasa disapa Ade, sejak kecil sudah bercita-cita menjadi dokter. Alasannya, sebagai pemuda desa, dia ingin membangun daerahnya dan saat itu masih jarang yang berprofesi dokter.

Lulus SMP, Rahmat melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Modern Al-Ikhlas Lampoko. Lokasi pesantren ini berjarak sekitar 75 km dari desanya. Lembaga pendidikan keagamaan khas Indonesia ini memiliki banyak alumni yang kuliah di berbagai perguruan tinggi.

Baca Juga: 8 Santri Alami Luka Bakar dan Jalani Perawatan setelah Ruang BLK Pondok Pesantren di Polman Terbakar

Lulus dari pondok enam tahun, mimpi menjadi seorang dokter makin menguat. Rahmat mendaftar Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2018 di Universitas Hasanuddin, Sulsel. Qadarullah, dia tidak lulus pada pilihan prodi kedokteran, tetapi departemen Mechanical Engineering. Sedih dan kecewa, tentu. Tapi Rahmat memilih untuk tetap maju.

Jalan meraih cita itu sempat terbuka, saat ada kesempatan mendapat beasiswa kuliah kedokteran di China. Rahmat dinyatakan lulus pada salah satu universitas di China untuk program MBBS (Bachelor of Medicine and Bachelor of Surgery)  dengan beasiswa tuition fee dari pemerintah di sana. 

 “Tapi saya batal berangkat karena covid-19 mendera dan China saat itu adalah pusatnya, ” ujar Rahmat, Kamis (24/8/2023), dengan mata berkaca-kaca.

Namun anak bungsu dari 8 bersaudara, pasangan Ruhaniah dan Muh. Ridha, itu pun tak langsung patah arang.


Tahun 2021, Rahmat daftar kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang relatif masih baru. Kampus itu adalah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Majene yang baru beroperasi 4 tahun. Dengan jarak hanya 45 km, Rahmat memilih tinggal di rumah agar bisa menemani ayah dan ibu yang semakin menua.

Rahmat belajar di prodi Tadris Bahasa Inggris. Meski gagal menjadi dokter, dia ingin menjadi pendidik dan dapat mengembangkan bidang pendidikan di daerahnya. Proses kuliah dijalani dengan serius, dengan target IPK harus 3,9 ke atas. Beragam organisasi dan ajang kompetisi juga diikuti. Dia yakin, di mana pun belajar, kesempatan menjadi pribadi berkualitas tetap terbuka.

Selain aktif di kampus, Rahmat juga aktif sebagai volunteer guru mengaji di Rumah Qur'an Moloku yang letaknya tidak jauh dari kampus. Lembaga ini membina sekitar 100 santri untuk belajar membaca dan menghafal Al-Qur'an.

Rahmat juga belajar berbisnis. Keterbatasan ekonomi menuntut dirinya untuk lebih kreatif agar bisa mendapat penghasilan tambahan. Hobby membuat handcraft coba dikembangkan menjadi ladang bisnis dengan nama "AdeeraGift". Dia menyediakan jasa atau layanan membuat parsel, buket, mahar, dan handcraft lainnya.

“Alhamdulillah, usaha yang aku jalankan bisa membantu membiayai kebutuhanku dan mengurangi beban orang tua dan kakaku yang ada di desa. Karena di kampus, aku tidak mendapatkan beasiswa,” sebutnya.

Di tengah beragam aktivitas yang dijalani, termasuk menjadi volunteer di salah satu NGO, Rahmat mendapat informasi ada program beasiswa bernama MOSMA Kementerian Agama. Dia mendapat informasi ini dari dosennya di Prodi Tadris Bahasa Inggris.

Baca Juga: Panji Gumilang Tersangka, Wapres: Santri Al Zaytun Harus Dibimbing agar Tidak Ada Pikiran Menyimpang

Dikutip dari situs Kementrian Agama, kamis (24/8/2023)  MORA Overseas Student Mobility Awards (MOSMA) merupakan salah satu program implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka. MOSMA berbentuk program mobilitas fisik yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar di perguruan tinggi luar negeri. Program ini berlangsung selama 1 semester dengan durasi maksimal 6 bulan. Melalui program ini, mahasiswa mendapatkan kredit yang dapat dikonversi ke dalam SKS (Satuan Kredit Semester) di kampus asal.

Kesempatan ini tidak Rahmat sia-siakan. Dia bertekad untuk meraih kembali kesempatan kuliah di luar negeri. Tes TOEFL diikuti dan alhamdulillah hasilnya diatas rata-rata. Lulus seleksi administrasi, Rahmat lanjut ke tes wawancara dengan bahasa Inggris.

“Aku belajar dari youtube, teman, dan dosen dosenku mengenai wawancara. Tetapi waktu itupun masih sangat kurang bagiku karena baru ngumpulin bahan buat wawancara, eh jadwal wawancara itu udah keluar dan belum sempat latihan mock interview gitu. Alhasil aku wawancara dengan bahan mentah dan rasa deg degan yang tinggi,” kenangnya.

"Beruntung ada MOSMA Kemenag. Batal ke China, saya dapat kesempatan kuliah ke Amerika," ujarnya. 

Sontak kampus heboh mendengar salah satu mahasiswanya lulus seleksi beasiswa kuliah di Amerika. Para dosen dan temen seperti tidak percaya. Apalagi mendapat beasiswa penuh untuk kuliah satu semester di Amerika. Kehebohan juga terjadi di desa. Banyak orang yang datang dan memberi ucapan selamat, penanda bangga ada anak daerah yang berhasil kuliah ke luar negeri.


 

“Aku menangis. Karena Bapak meninggal sebulan sebelum kabar bahagia ini datang. Padahal dia adalah orang yang paling mendukungku untuk bisa berkuliah di luar negeri,” ucapnya terbata-bata.

“Alhamdulillah mama masih ada. Dia benar benar terharu. Air matanya berderai karena anak bungsunya bisa mewujudkan impiannya,” ujarnya.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x