JAKARTA, KOMPAS.TV – Momen Piala Dunia Qatar 2022 yang digelar tak lama lagi sepertinya harus berterima kasih kepada skipper timnas Inggris, Frank Lampard.
Pasalnya, berkat ‘gol hantu’ dari Frank Lampard di Piala Dunia 12 tahun yang lalu, kini ada teknologi garis gawang (Goal Line Technology) yang digunakan dalam setiap gelaran besar FIFA, termasuk piala Dunia Qatar 2022.
Kejadian itu dalam sejarah sepak bola disebut sebagai salah satu peristiwa ajaib sekaligus menyebalkan.
Waktu itu, timnas Inggris yang dijagokan jadi juara memiliki nasib buruk di babak 16 besar Piala Dunia 2010 yang digelar di Afrika Selatan. Tepatnya ketika mereka kalah telak 1-4 dari Jerman.
Jerman unggul 2-0 di awal pertandingan dan dibalas bek timnas Inggris, Matthew Upson di menit ke-37.
Momen kontroversial terjadi pada menit ke-39.
Bola hasil tembakan keras Frank Lampard jelas telah melewati garis gawang usai membentur mistar. Sebuah gol indah, tapi dianulir wasit asal Uruguay, Jorge Larrionda.
Padahal, Lampard sudah melakukan selebrasinya bersama para pemain. Begitu juga dengan sang pelatih, Fabio Capello.
Lantas, tiba-tiba wasit tidak mengesahkan gol itu. Protes tak terelakkan terjadi.
Peristiwa itu menjadi perbincangan yang panas hingga bertahun-tahundan hingga saat ini disebut "gol hantu". Gol itu juga disebut meruntuhkan mental Frank Lampard dkk hingga tersingkar dari Piala Dunia.
Disebut Gol hantu lantaran, dalam tayangan ulang, bola tendangan keras dari Legenda Chelsea itu memang benar-benar sudah masuk gawang.
Luka bagi Lampard dan timnas Inggris, peristiwa itu justru jadi pemantik sejarah.
Baca Juga: 94 Hari Jelang Piala Dunia 2022: Hindia Belanda Wakil Pertama Asia yang Jadi Peserta World Cup
Dalam perkembangan teknologi sepak bola, "gol hantu" Lampard memberikan daya dobrak agar sepak bola lebih adil.
Melansir BBC, Presiden FIFA era 1998-2015, Sepp Blatter menyebutkan, "gol hantu" Frank Lampard yang dianulir di Piala Dunia 2010 merupakan kunci terbukanya penerapan teknologi garis gawang pada Piala Dunia 2014 di Brasil.
Sebelum itu, perdebatan tentang apakah penting untuk menggunakan teknologi, berlangsung meriah.
Ada pihak setuju, tapi banyak juga yang menolak lantaran dianggap menganggu keindahan sepakbola.
Pihak yang tidak setuju dan menolak keras itu salah satunya adalah legenda Prancis, Michael Platini yang juga saat itu menjabat Presiden UEFA.
Lantas, pada 5 Juli, akhirnya terjadi pemungutan suara Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional (IFAB) tentang teknologi garis gawang.
Hasilnya, secara aklamasi memutuskan penerapan teknologi garis gawang dalam sepak bola.
IFAB sendiri merupakan badan di bawah FIFA yang membidangi dan menggodok penerapan aturan plus teknologi baru.
"Momen (gol Lampard) itu mengatakan seperti berkata kepada saya, 'Anda tak bisa menerima hal itu lagi di Piala Dunia berikutnya'," kata Blatter.
"Itu adalah hari bersejarah di dunia sepak bola internasional," lanjut Blatter.
Musim berikutnya, Liga Inggris memastikan penerapan teknologi tersebut meski baru diimplementasikan dalam beberapa laga dan sampai sekarang, teknologi itu dipakai.
Frank Lampard sendiri bersyukur gol tersebut jadi langkah awal keadilan dalam sejarah sepak bola.
"Itu mengubah permainan menjadi lebih baik, jadi saya senang. Ini adalah langkah positif untuk permainan secara keseluruhan dengan diperkenalkannya teknologi garis gawang," kata Lampard di Four Four Two.
Setelahnya hingga kini, teknologi garis gawang selalu digunakan dalam agenda penting FIFA.
Baca Juga: Jelang Piala Dunia 2022, Qatar Akan Jalani Operasi Transportasi Paling Rumit
Sumber : Kompas TV/bbc/fourfourwto
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.