Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 241
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 241
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
Awalnya tersiar kabar, lebih dari 50 warga di Ponorogo, Jawa Timur yang eksodus menuju ke Malang untuk mempersiapkan diri dari hari Kiamat. Belakangan, jumlahnya bertambah. Total, ada ratusan warga melakukan hal yang sama! Menyelamatkan diri menjelang hari Kiamat, yang dipercaya akan jatuh pada Tahun 2022 atau lebih cepat!
Saya sempat mengunjungi mereka di pertengahan tahun 2019 lalu. Laporan nya, sudah ditayangkan dalam program AIMAN, di KompasTV. Disana, saya menemukan fenomena unik. Banyak warga di sebuah desa di Ponorogo, Jawa Timur, tak hanya eksodus, tapi juga punya potensi mengalami gejolak sosial. Hampir seluruhnya menjual rumah mereka dengan harga miring. Ada yang 20 juta, 25 hingga termahal 35 juta rupiah. Padahal harga normalnya, di wilayah itu masih ratusan juta rupiah.
Fenomena yang sama juga terjadi di Mojokerto, Jombang, dan yang terbanyak lainnya terjadi di Jember, Jawa Timur. Tak hanya rumah, seluruh harta benda mereka juga dijual. Bahkan ijazah dan uang tak lagi dibutuhkan, “tak laku lagi”kata salah satu dari mereka.
Aiman Datangi Salah Satunya
Saya mengunjungi, salah satu daerah di Mojokerto. Saat tiba di salah satu rumah warga, saya langsung disambut tangisan panjang, seorang nenek yang ditinggal pergi dua cucu kembarnya yang masih Balita. Bersama orang tua nya yang bernama Zainuddin, mereka mengungsi ke sebuah pondok pesantren di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Saya melihat pula rumah miliknya yang sudah dijual. Luasnya sekitar 100 meter persegi, harga normalnya Rp 150 juta, tetapi dilepas kilat dengan harga kurang dari seperempatnya, Rp 35 Juta saja. Keluarga Zainuddin melepaskan seluruh harta bendanya, tak tersisa. Kini mereka semua tinggal di Pondok Pesantren Kasembon di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Perjalanan Saya, Menguak Fenomena Berlanjut Ke Kasembon
Tak berhenti di sini, saya mencoba menembus perjalanan dari Mojokerto menuju ke perbatasan Kediri dan Malang, Jawa Timur. Persis di kaki Gunung Arjuno, saya pun berhasil menemukan pondok pesantren dan bertemu dengan pimpinan tertingginya, Muhammad Romli alias Gus Romli. Kebetulan saat saya tiba, ibadah shalat Dzuhur hendak dilakukan. Ada perbedaan dengan umat Islam pada umumnya, mereka menentukan waktu shalat masih dengan cara menghitung kedudukan jam matahari alias Istiwa, seperti yang dilakukan pada zaman Rasulullah SAW, sebelum ditemukannya satuan waktu jam dan turunannya, yang ditemukan pada abad ke-16.
Jika Shalat Dzuhur, jatuh pada pukul 11.50 WIB di lokasi ini, berdasarkan Ijma (kesepakatan) Ulama yang dikukuhkan oleh Ditjen Bimas Islam, Kementerian Agama. Disini, mereka baru mengumandangkan adzan pada sekitar pukul 12.30 WIB, alias 40 menit lebih lambat, karena berdasarkan perhitungan jam matahari, baru tiba waktu Dzuhur, menurut mereka berdasarkan perhitungan Istiwa (kedudukan) Matahari.
Sebelum shalat berjamaah, saya sempatkan untuk bertanya kepada beberapa dari mereka. Apa yang saya dapatkan? Ternyata mereka tak hanya berasal dari Jawa Timur saja, ada yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat, hingga kawasan Jabodetabek. Ada pula bahkan yang sempat mengatakan berasal dari sejumlah provinsi di Pulau Sumatra, yakni dari Lampung, Sumatra Selatan, Bengkulu, dan Jambi.
Namun tidak semua dari mereka menjual rumah dan harta bendanya. Sebagian memang meninggalkan rumah mereka dan berniat untuk selamanya berada di Pondok Pesantren ini, menyambut rangkaian peristiwa kiamat, sambil mendekatkan diri kepada Tuhan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.