JAKARTA, KOMPAS.TV – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fadli Zon berpendapat, pemberian penghargaan berupa Jenderal Kehormatan untuk Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto sudah sesuai undang-undang.
Pernyataan Fadli Zon tersebut disampaikan dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (28/2/2024).
Menurut Fadli Zon, pemberian penghargaan berupa kenaikan pangkat kehormatan tersebut bukan sesuatu yang baru.
“Petama, saya kira ini bukan sesuatu yang baru. Sudah ada contohnya tujuh orang yang menerima jenderal kehormatan ini,” kata dia.
“Antara lain misalnya di sini bisa kita lihat, Pak Hari Sabarno, Pak Soerjadi Soedirja, Pak Soesilo Soedarman, Pak Agum Gumelar, Pak AM Hendropriyono, Pak Luhut Binsar Pandjaitan, dan juga termasuk Pak Presiden kelima Pak Soesilo Bambang Yudhoyono,” jelasnya.
Ia mengatakan, semua tokoh tersebut mendapatkan suatu penghormatan dan penghargaan.
“Jadi memang bukan bintang ya tetapi adalah kehormatan,” tuturnya.
Baca Juga: Soal Jenderal Kehormatan Prabowo, TB Hasanuddin: Keppres Itu Tidak Sesuai Perundang-undangan
Pemberian penghargaan atau penghormatan tersebut, menurutnya, mengacu pada Undang-Undang nomor 20 tahun 2009.
“Yaitu Undang-Undang nomor 20 tahun 2009, khususnya pasal 33 ayat 3. Saya kira di situ sudah ada presedennya, ada yurisprudensinya lah,” kata Fadli Zon.
“Dan sebagaimana tadi juga disampaikan oleh Menkopolhukam, bahwa Pak Prabowo ini sudah melalui satu tahap mendapatkan penganugerahan penghargaan bintang Yudha Dharma Utama,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, yang juga menjadi narasumber dalam dialog tersebut membenarkan pernyataan Fadli tentang sejumlah tokoh yang menerima kenaikan pangkat kehormatan.
“Apa yang disampaikan oleh beliau, Pak Fadli Zon itu benar. Saya menjadi saksi mata karena saya yang memprosesnya waktu saya menjadi sekretaris militer,” kata TB Hasanuddin.
“Yang saya tangani itu yang pertama Pak Soerjadi Soedirja, beliau menjadi Mendagri, kemudian Pak Hari Sabarno menjadi penerus Mendagri pada saat Ibu Mega,” ujarnya.
Namun, lanjut dia, hal itu terjadi sebelum tahun 2004, dan sebelum Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 belum diberlakukan.
“Setelah itu ada beberapa jenderal yang ingin seperti itu, kemudian kami diminta untuk menolaknya. Panglima TNI pada waktu itu, Pak Endriartono meminta, ‘Din, tidak usah’, karena kita mengikuti aturan perundang-undangan nomor 34 tahun 2004, khususnya pasal 27, berarti betul,” imbuhnya.
“Tetapi setelah diberlakukannya Undang-undang nomor 34, itu tidak ada lagi,” tambahnya.
Ia menambahkan, jika memang presiden menilai Prabowo Subianto berjasa bagi bangsa dan negara, kemudian ingin memberikan penghargaan, ia mempersilakan, tetapi bukan dengan ‘bintang’ di pundak atau kenaikan pangkat.
Baca Juga: Respons Hasto PDIP soal Jokowi Beri Gelar Jenderal Kehormatan ke Prabowo
“Kalau Bapak Prabowo itu berjasa untuk bangsa dan negara, ya silakan saja. Saya tidak berbicara soal pro dan kontra menjadi sesuatu yang debatable dulu ya, tidak masuk ke ranah itu,” katanya.
“Bapak presiden bisa memberikan bintang seperti yang saya sebutkan di atas ini. Mungkin bisa Mahaputra, atau mungkin yang tertinggi (Bintang) Republik Indonesia, tapi tidak diberikan bintang di pundak, tapi bintang kehormatan, monggo silakan, boleh dipilih,” bebernya.
Tingkatan dalam pemberian bintang penghargaan, kata dia, bertahap dan berlanjut. Saat ini, sepengetahuannya Prabowo baru mendapatkan Bintang Yudha.
“Bisa dinaikkan lagi menjadi Bintang Jasa. Dari situ ada tingkatannya lagi. Kebetulan tahun 2009 saya masih dinas dan ikut mengonsep ini. Bisa dinaikkan lagi menjadi Bintang Mahaputra. Mahaputra pun ada tiga, bisa saja yang paling tinggi diberi, Mahaputra Utama,” tuturnya.
“Atau masih kurang? Paling tinggi di republik ini adalah Bintang Republik Indonesia, silakan saja itu diberikan, sesuai dengan aturan perundang-undangan,” tegasnya.
TB Hasanuddin juga menyebut bahwa saat ini sudah tidak ada lagi pangkat kehormatan atau penghargaan.
“Diberikan penghormatan saya sepakat, memberikan penghormatan tetapi jangan melanggar aturan yang ada. Kalau toh harus seperti itu, mari kita revisi dulu undang-undanganya,” ujarnya, menegaskan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.