JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan bakal cawe-cawe atau ikut campur terkait Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddique menyebut tidak ada larangan secara hukum jika Presiden cawe-cawe di Pilpres 2024.
Kendati demikian, hal ini dirasanya bukan perihal ada tidaknya larangan secara hukum, namun terkait etika bernegara.
"Kalau secara hukum bagaimana, tidak ada larangan secara hukum dalam kontitusi kita, tapi kan bukan masalah benar atau salah secara hukum, haram halal secara hukum. Tapi baik-buruk soal etika bernegara," kata Jimly di Program Rosi Kompas TV, Kamis (1/6/2023) malam.
"Jadi bisa secara hukum tidak bermasalah, tapi dari segi kepantasan, etika ada problem serius."
Namun, Ketua MK 2003-2008 ini mengatakan etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk, sehingga pernyataan Jokowi soal cawe-cawe harus dipandang lebih jauh lagi.
"Tapi soal etika ini kan abstrak, ada kaitann dengan problem budaya, pelembagaan politik yang belum kuat, jadi kita harus memandangnya itu jauh," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Jimly berujar menjelang Pemilu 2024 hal seperti itu dalam sebuah kontes politik merupakan hal yang tak bisa dihindari.
Ia pun kemudian menyinggung terkait indeks demokrasi Indonesia dan 10 tahun kepemimpinan Jokowi yang segera berakhir.
"Konteks kualitas dari praktik demokrasi masih jauh dari standar dunia, jadi dinamika seperti ini apalagi menjelang pemilu 2024, karena serentak, ini pasti banyak masalah," jelasnya.
"Terlebih ini berakhirnya periode 10 tahun kepemimpinan Jokowi, jadi tidak bisa dihindarkan, termasuk soal cawe-cawe ini, dinamikanya keras."
Baca Juga: Plt Ketum PPP Tidak Yakin Cawe-Cawe Jokowi di Pilpres 2024 untuk Jegal Anies
Sebelumnya, Kompas.TV memberitakan, Presiden Jokowi menyatakan tetap akan cawe-cawe pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Namun, dia menyebut, cawe-cawe atau mencampuri urusan kontestasi politik ini dalam arti yang positif dan tentu dalam koridor aturan.
"Tolong dipahami, ini demi kepentingan nasional, memilih pemimpin pada 2024 sangat krusial penting sekali, harus tepat dan benar,” kata Jokowi saat bertemu dengan para pemimpin redaksi media massa nasional di Istana, Jakarta, Senin (29/5) sore.
Jokowi menjelaskan, pemilihan presiden dan wakil presiden 2024-2029 menjadi krusial karena Indonesia membutuhkan pemimpin yang bisa menjadikan negara maju pada 2030.
Oleh karena itu, kebijakan dan strategi kepemimpinan berikutnya akan menjadi penentu Indonesia untuk menjadi negara maju atau tidak.
"Karena itu saya cawe-cawe. Saya tidak akan netral karena ini kepentingan nasional," katanya.
"Kesempatan kita hanya ada 13 tahun ke depan. Begitu kita keliru memilih pemimpin yang tepat untuk 13 tahun ke depan, hilanglah kesempatan untuk menjadi negara maju," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan, terkait pernyataan PresidenJokowi soal cawe-cawe tersebut.
Pramono menegaskan, cawe-cawe yang disampaikan Jokowi bukan untuk mempengaruhi hasil Pemilu 2024 maupun endorse atau mendukung bakal calon presiden atau bacapres tertentu.
"Cawe-cawe itu menciptakan pemilunya itu berlangsung dengan baik," tegas Pramono, Selasa (30/5).
Lebih lanjut, politikus PDI-P itu mengaku tak menampik jika Presiden ingin pemimpin nasional ke depan dapat mengawal dan melanjutkan kebijakan-kebijakan strategis di pemerintahannya, termasuk terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
"Dan apa yang menjadi keinginan beliau untuk hilirisasi tetap berlanjut, kemudian IKN bisa dilanjutkan dengan baiik," ujarnya.
Baca Juga: Soal Cawe-Cawe Jokowi Jelang Pilpres 2024, Pengamat: Ada Unsur Politik Praktis yang Kuat
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.