Halim Perdanakusuma kemudian menggantikan posisi Adisutjipto sebagai Wakil Kepala Staf AURI. Di tengah kesibukannya dalam melaksanakan pengabdian di AURI, pada tanggal 24 Agustus 1947 Halim melaksanakan pernikahan dengan Koesdalina di Madiun.
Hanya dua bulan setelah menikah, Halim mendapat tugas membangun angkatan udara di Sumatera, dimaksudkan sebagai upaya menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera menembus blokade udara Belanda, serta persiapan sebagai basis perjuangan apabila pangkalan-pangkalan udara di Pulau Jawa dikuasai oleh Belanda.
Didampingi oleh Opsir Udara II Iswahjudi, Halim berangkat menuju Sumatera.
Dalam pembangunan AURI di Sumatera ini, Halim diangkat sebagai Komandemen tentara Sumatera. Ia bersama Iswahjudi disibukkan dengan misi mengangkut senjata dan amunisi.
Mereka berdua harus menembus blokade udara Belanda yang sangat ketat. Penerbangan dilakukan pada malam hari dengan tujuan negara tetangga untuk mengangkut persenjataan yang telah disiapkan.
Kerjasama tersebut selain membangun lapangan udara juga berhasil menghimpun dana dengan cara mengumpulkan emas dari rakyat yang digunakan untuk membeli pesawat.
Salah satu bukti hasil pengumpulan dana tersebut adalah sebuah pesawat Avro Anson denga registrasi VH-PBY. Pesawat itu dibeli dengan harga 12 kg emas murni yang kemudian diberi nomor registrasi RI-003.
Dalam usaha mencari bantuan ke luar negeri inilah, bersama opsir udara I Iswahjudi pergi ke Muangthai (Bangkok) pada bulan Desember 1947 menggunakan Pesawat Avro Anson RI-003 dengan penerbang Iswahyudi, dan seorang penumpang bernama Keegan berkebangsaan Australia yang telah menjual pesawat tersebut.
Selain mengantarkan Keegan pulang, misinya adalah untuk melakukan penjajakan lebih jauh tentang kemungkinan pembelian senjata dan pesawat serta melakukan inspeksi terhadap perwakilan RI dalam mengatur penukaran dan penjualan barang-barang yang berhasil dikirim dari dalam negeri dan berhasil memasukan barang-barang dari Singapur ke daerah RI menembus blokade udara Belanda.
Sesudah menyelesaikan tugas di Bangkok, RI-003 kembali berangkat menuju Singapura. Dalam perjalanan kembali inilah pesawat terjebak dalam cuaca buruk di daerah Perak Malaysia, yang disertai dengan kabut tebal yang menghalangi pandangan sang pilot sehingga pesawat jatuh di pantai.
Malapetaka itu tepatnya terjadi di Labuhan Bilik Besar, antara Tanjung Hantu dan Teluk Senangin di Pantai Lumut.
Baca Juga: Kumpulan Twibbon HUT ke-77 TNI AU Diperingati Hari Ini 9 April 2023
Laporan pertama tentang kecelakaan diterima oleh polisi Lumut dari 2 orang warga China penebang kayu bernama Wong Fatt dan Wong Kwang pada sekitar pukul 16.30 pada tanggal 14 Desember 1947.
Berita jatuhnya pesawat RI-003 ini mendapat perhatian luar biasa dan disiarkan oleh surat kabar berbahasa Inggris The Times dan Malay Tribune yang terbit pada tanggal 16 Desember 1947.
Di Indonesia, peristiwa tersebut diumumkan secara resmi oleh Kasau Komodor Soerjadi Soerjadarma di Markas Besar AURI di Jalan Terban Taman No. 1 Yogyakarta.
Tokoh politik dan masyarakat Malaya, menaruh simpati atas terjadinya peristiwa naas tersebut, terutama atas perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.
Pemakaman dilaksanakan di Teluk Murok, yang jauhnya lebih kurang 30 km dari Lumut, lokasi kecelakaan.
Disamping itu, pihak polisi menghendaki agar ada persetujuan dari pihak RI, sehingga pemakaman baru dilaksanakan menurut tata cara agama Islam pada tanggal 19 Desember 1947.
Jenazah disemayamkan di Masjid Adki dengan diselimuti bendera merah putih. Di atas makam itu, dipancangkan nisan yang bertuliskan jenazah Komodor Muda Udara A. Halim yang gugur di Tanjung Hantu tanggal 14 Desember 1947.
Untuk menghargai jasa-jasanya, khususnya terhadap Angkatan Udara, nama Halim Perdanakusuma diabadikan mengantikan nama Pangkalan Udara Cililitan berdasarkan Surat Penetapan Kasau nomor Kep/76/48/Pen.2/KS/1952 tanggal 17 Agustus 1952.
Pimpinan TNI AU juga telah menganugerahkan kenaikan pangkat luar biasa menjadi Laksamana Muda Udara Anumerta. Kemudian pada tanggal 15 Februari 1961 pemerintah menganugerahkan tanda jasa Bintang Maha Putera Tingkat IV.
Tanggal 9 Agustus 1975, Marsda TNI Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 063/TK/1975.
Baca Juga: TNI AU akan Pamerkan Atraksi 89 Pesawat di Udara di HUT ke-77 Pada Minggu 9 April 2023
Penganugerahan tersebut, bertepatan dengan peringatan hari pahlawan 10 November 1975 dan kerangka jenazah almarhum yang bersemayam di Malaysia, dipindahkan dan dimakamkan kembali dengan upacara kemiliteran di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
Almarhun Abdul Halim Perdanakusuma meninggalkan seorang istri bernama Koesdalinah yang pada waktu itu tengah mengandung empat bulan. Sebelum berangkat tugas, ia berpesan kepada istrinya, jika kelak anak yang lahir laki-laki agar kelak diberi nama Ian Santoso, maksudnya untuk mengenang sahabat karibnya sewaktu perang dunia II di Eropa.
Selanjutnya Ian Santoso mengikuti jejak ayahnya menjadi prajurit TNI AU sebagai penerbang pada Skadron Udara 17 di Lanud Halim Perdanakusuma.
Jabatan terakhir Marsdya TNI Purn Ian Santoso Perdanakusuma adalah sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (Ka BAIS) TNI.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.