“Ini menunjukkan, persoalannya tahun 2009 kita sudah punya master plannya, jadi otomatis itu lebih strategis dibandingkan kita membuat kembali atau memindahkan,” lanjut Yayat.
Yayat kemudian membeberkan alasannya menyebut Depo BBM Plumpang sebagai depo yang paling strategis tempatnya.
Pertama, kata Yayat, lokasi depo tersebut dekat dengan akses jalan tol, sehingga mudah distribusi ke wilayah Jabodetabek, dan aksesnya mudah ke mana-mana.
“Kedua, investasi, dekat dengan pelabuhan laut, sudah tertanam pipa hampir 5 kilometer di dalamnya.”
“Jadi dari sisi tempat, dari sisi alokasi distribusi, lebih mudah. Kalau dipindahkan ke reklamasi atau kawasan lain, kita butuh waktu panjang untuk sampai ke sana,” jelasnya.
Ia kemudian menanyakan, mana yang lebih besar biaya atau investasinya antara membangun depo baru dan merelokasi warga.
Jika membangun depo baru lebih tinggi biayanya, Yayat berpendapat lebih baik kawasan itu ditata dan menjadi role model untuk semua sentra-sentra vital negara.
“Nanti di Balongan bisa dilkukan seperti itu, kemudian di pabrik pupuk di Palembang juga seperti itu, di bandara juga seperti itu.”
Dengan demikian, contoh role model ini, menurutnya akan menjadi cara untuk menata kawasan tersebut.
Baca Juga: Cerita Pasangan yang Hampir Gagal Menikah Karena Kebakaran Depo Pertamina Plumpang!
“Kalau dibiarkan seperti ini, akan semakin kumuh, akan semakin tidak tertata lingkungannya, dari segi sanitasi, kebersihan, lingkungan dan sebagainya.”
“Jadi menurut saya, jangan ragu untuk mengambil keputusan, yang terbaik untuk masyarakat tidak relokasi kata saya ya, tapi revitalisasi,” sebutnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.