Kata Hilman, nilai manfaat bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan seluruh jemaah haji Indonesia berhak menerimanya, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat.
Mulai sekarang dan seterusnya, lanjut dia, nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan.
"Tentu kami juga mendorong BPKH untuk terus meningkatkan investasinya baik di dalam maupun luar negeri pasca pandemi Covid-19 ini, sehingga kesediaan nilai manfaat lebih tinggi lagi," tambahnya.
Ia juga menuturkan, jika komposisi Bipih dan nilai manfaat (NM) tidak proporsional, maka nilai manfaat akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiaayaan haji jangka panjang.
"Jika komposisi Bipih (41 persen) dan NM (59 persen) dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat cepat habis. Padahal jemaah yang menunggu 5-10 tahun akan datang, juga berhak atas nilai manfaat," urainya.
Berdasarkan pertimbangan itu, lanjut Hilman, saat rapat kerja bersama Komisi VIII DPR pemerintah melalui Menteri Agama (Menag) mengubah skema menjadi Bipih 70 persen dan nilai manfaat 30 persen.
"Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Pak Menteri melakukan ini demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya," tegasnya.
Baca Juga: Komisi VIII DPR RI Sebut Usulan Kemenag Soal Kenaikan Ongkos Haji 2023 Masih Dapat Berubah
"Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal! Amin."
Diketahui, pemerintah mengusulkan BPIH tahun ini naik dibanding 2022. Kenaikannya sebesar Rp514.888,02.
Hal itu, kata dia, disebabkan, rata-rata BPIH yang diusulkan tahun ini adalah Rp98.893.909,11. Sementara rerata BPIH 2022 sebesar Rp98.379.021,09.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.